Mahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, Senin, (13/04), yang dimohonkan oleh Fathul Hadi bersama sejumlah Pegawai Negeri Sipil, yang diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya sebagai PNS, karena maju dalam kontestasi pemilihan kepala daerah dan pemilihan umum anggota legislatif.
Dalam persidangan perkara nomor 8/PUU-XIII/2015 ini, pemohon mengajukan seorang saksi, Harun Al Rasyid, seorang mantan dosen PNS pada sebuah perguruan tinggi swasta di Pulau Madura, Jawa Timur. Dalam keterangannya Harun mengatakan bahwa dirinya dirugikan dengan berlakunya pasal 87 ayat (4) c, yang mewajibkan dirinya mundur sebagai PNS secara permanen saat ikut serta dalam pemilu legislatif lalu. Padahal menurut Harun, dirinya sama sekali tidak mengajukan diri untuk maju sebagai calon anggota legislatif, melainkan diusulkan oleh Sekertaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham, untuk menjadi caleg dari Partai Golkar.
Harun juga mengungkapkan, pada saat masa kampanye pemilu legislatif 2014 dirinya sama sekali tidak melakukan kampanye, dan hanya membuat tulisan-tulisan untuk menggugah kesadaran warga Madura. Dikatakan oleh Harun, dirinya juga keheranan dengan pengenaan ketentuan tersebut. “Undang-Undang ASN ini kan baru berlaku pada 15 Januari 2014, sementara apa yang saya lakukan itu pada 2013. Sehingga ini sudah salah tempat, Yang Mulia. Sehingga saya tidak membayangkan bahwa perbuatan saya itu akan mendapatkan sanksi di Pasal 87,” ujar Harun.
Kepada majelis Hakim Konstitusi yang dipimpin Ketua MK, Arief Hidayat, saksi juga mengungkapkan telah terdaftar sebagai anggota Partai Golkar sejak tahun 1994. “Sejak saya dilantik jadi pengawai negeri pada tahun 1994, saya itu sudah ber-KTA Golkar dan sampai saya kemudian diberi kartu lagi itu saya belum pernah dicabut. Dan itu saya pikir terjadi pada seluruh anggota pegawai negeri saat itu,” terang Harun. Namun diakui olehnya bahwa meski terdaftar sebagai anggota Golkar dirinya selalu pasif.
Dalam kesempatan itu Harun juga membandingkan apa yang dialaminya dengan sejumlah PNS lain yang menjadi pejabat negara melalui proses pemilu. Menurutnya, sebelum menerima tawaran untuk menjadi calon anggota legislatif, dirinya juga berkaca pada senior-seniornya yang juga berprofesi sebagai dosen PNS. “Seperti Pak Amien Rais yang juga dari kampus juga, dulu mencalonkan di MPR,” tutur Harun.
Selain itu Harun juga mencontohkan sejumlah kepala daerah di Jawa Timur yang sebelumnya berprofesi sebagai PNS namun tidak diwajibkan mengundurkan diri secara tetap. “Di daerah kami di Jawa Timur, banyak pejabat-pejabat politik yang asalnya pegawai negeri jadi bupati sampai dua periode, kemudian balik lagi dan dapat jabatan lagi. Seperti contohnya Bupati Ngawi misalnya Pak Harsono, sekarang setelah menjabat dua kali juga menjadi Kepala Dinas Kesehatan. Bupati Madiun menjabat dua kali, habis itu jadi staf ahli kemudian mendapat jabatan menjadi pejabat wakil kepala badan pengelola pembangunan Suramadu,” ungkap Harun. Berdasar pertimbangan itu Harun mengungkapkan dirinya setuju untuk diusung sebagai caleg Partai Golkar. (Ilham)