Mahkamah Konstitusi (MK) kembali mengadakan sidang pleno pengujian UU Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial (UU KY) yang diajukan 31 Hakim Agung. Sidang tersebut berlangsung di ruang sidang MK di Jl. Medan Merdeka Barat No. 7 Jakarta Pusat, pada hari Selasa 11 April 2006 jam 10.00 WIB.
Sidang yang beragendakan mendengar keterangan pemerintah dan DPR tersebut dihadiri pemerintah yang diwakili oleh Prof. Dr. Abdul Gani Abdullah dan Direktur Litigasi Departemen Hukum dan HAM Qomarudin, S.H., M.H. Sedangkan DPR tidak dapat hadir dengan alasan masih reses.
Hadir pula dalam persidangan ini pihak terkait yaitu KY yang diwakili Ketuanya M. Busyro Muqoddas, S.H., M.Hum. dan Wakil Ketua KY M. Thahir Saimima, S.H., beserta kuasa hukumnya, Bambang Widjayanto, S.H., LL.M. dkk.
Dalam persidangan ini pemerintah yang diwakili oleh Prof. Dr. Abdul Gani Abdullah, S.H. mengatakan, Menteri Hukum dan HAM masih berada di luar negeri sehingga tidak bisa menghadiri sidang ini. Gani kemudian menjelaskan, surat kuasa khusus tetap langsung dari Presiden kepada Menteri Hukum dan HAM. Tetapi untuk kasus ini karena menteri masih berada di luar negeri, maka surat kuasa khusus masih belum ditandatangani oleh menteri, kata Gani.
Menanggapi hal tersebut Ketua MK Prof. Jimly Asshiddiqie menyatakan, keterangan pemerintah yang diberikan pada sidang hari ini adalah keterangan sementara yaitu keterangan yang sifatnya belum resmi, sebelum menterinya yang akan memberikan keterangan.
Pada kesempatan itu, Pemerintah yang diwakili Gani Abdullah menjelaskan, dalam konteks Pasal 1 ayat (5) UU KY penggunaan kata hakim merupakan pengertian yang mengandung makna banyak. Kata hakim dalam konstitusi memang tidak hanya dimaksudkan hakim agung atau tidak hanya hakim pada lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung (MA), tetapi juga menyangkut hakim agung dan juga hakim konstitusi. Hal ini dikarenakan di dalam UUD sudah dikenal itu hakim konstitusi, kata Gani.
Selanjutnya menurut Gani, coverage atau ruang lingkup dari pengertian kata hakim dengan huruf kecil ini meyangkut keseluruhan dari hakim yang ada di semua lingkungan peradilan termasuk MK. Jadi, apakah itu hakim agung atau pun hakim konstitusi, itu sudah termasuk, ujar Gani. Oleh karena itu, lanjutnya, apa yang disebut dalam Pasal 1 ayat (5) di dalam UU KY, itu sudah me-reference maksud konstitusi dalam merumuskan kata hakim dengan huruf kecil itu.
Dalam penjelasan berikutnya, Gani mengungkapkan, KY dibentuk oleh UU atas permintaan UUD sebagai external auditor, pengawas eksternal dari lingkungan peradilan. Walau begitu diakui bahwa MA pengawas tertinggi dari lingkungan peradilan di bawahnya. Karena itu, pengawasan terhadap hakim-hakim di bawah MA, sepanjang mengenai teknis yudisial merupakan urusan MA. Tetapi ketika berkait dengan harkat dan martabat dan perilaku hakim adalah urusan KY. Untuk itu KY harus berkoordinasi dengan Ketua MA dan hakim agung. Apabila pengawasan itu kepada hakim agung maka KY berkoordinasi dengan Ketua MA untuk membicarakan masalah internal bagaimana cara melakukan pengawasan, agar tidak mempengaruhi independensi hakim agung pada waktu mengambil keputusan, kata Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional ini.
Menanggapi keterangan tersebut, Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan, S.H. mempertanyakan tentang koordinasi yang diterapkan oleh KY. Menjawab hal itu, Gani Abdullah menjelaskan, kedua lembaga ini berada dalam tugas yang sama dengan wewenang yang berbeda, maka kedua lembaga ini perlu memahami bahwa koordinasi sangat diperlukan. Hanya saja pelaksanaanya tidak perlu dimuat secara eksplisit dalam UU KY.
Tentang siapa yang berkewajiban mengawasi KY, menurutnya sudah selayaknya yang mengawasi KY adalah rakyat. KY harus bertanggung jawab kepada rakyat melalui DPR, karena yang memilih dan yang mengangkat mereka adalah DPR. Sedangkan pengawasan terhadap hakim agung tidak dilakukan oleh DPR, secara institusional dia (hakim agung-red) bertanggung jawab kepada Ketua MA, tetapi secara substansial dia bertanggung jawab kepada Tuhan, karena dia memutus perkara dengan hati nuraninya, kata Gani.
Sementara itu KY yang merupakan pihak terkait mengatakan, akan menghormati putusan apapun yang dijatuhkan berkaitan dengan permohonan uji materil UU KY sebagai wujud dari penghargaan dari supremasi hukum dan supremasi konstitusi.
Sidang ini ditutup pada pukul 12.23 WIB. Sidang berikutnya mendengar keterangan resmi dari pemerintah, DPR, dan KY. Selanjutnya akan mendengar ahli dari masing-masing pihak. (Irvan A.)