Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan pengujian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun (UU Rusun) dengan agenda mendengarkan keterangan Ahli/Saksi Pemohon pada Selasa (7/4) siang, di Ruang Sidang Pleno MK. Permohonan yang teregistrasi dengan Nomor 21/PUU-XIII/2015 ini diajukan oleh Kahar Winardi, dkk, yang menguji Pasal 74 ayat (1), Pasal 75 Ayat (1) dan Pasal 107 UU a quo. Pada sidang kali ini, para Pemohon menghadirkan dua orang ahli dan dua orang saksi.
Mengawali keterangannya, Sudaryatmo yang dihadirkan Pemohon sebagai ahli menyatakan bahwa dalam tahap penghunian rusun, terdapat permasalahan terkait dengan pembentukan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS). Menurutnya, salah satu permasalahannya adalah adanya proses yang tidak partisipatif dalam pembentukan PPPSRS. Permasalahan ini terjadi karena tidak hadirnya pemerintah dalam proses pembentukan PPPSRS.
“Dalam beberapa catatan YLKI, itu terjadi karena tidak hadirnya negara, tidak hadirnya pemerintah, dalam pandangan lembaga konsumen mestinya Dinas Perumahan itu hadir di dalam proses pembentukan PPRS,” papar Sudaryatmo dalam sidang pleno yang dipimpin oleh Ketua MK Arief Hidayat.
Selain itu, Sudaryatmo juga menyatakan bahwa PPPSRS tidak transparan. Dalam beberapa kasus, jika terdapat konsumen yang kritis maka akan dibungkam dengan pemutusan aliran listrik. Untuk itu, Sudaryatmo memberikan kesimpulan bahwa masalah-masalah yang terjadi dalam tahap penghunian dikarenakan tidak hadirnya negara untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. “Ini problem-problem yang saya utarakan tadi di awal itu karena memang tidak ada kehadiran negara, kan gitu. Jadi dalam pandangan lembaga konsumen, untuk melindungi konsumen di hunian vertikal, itu di setiap tahap itu, negara harus hadir,” urai Sudaryatmo yang juga Ketua Pengurus Harian YLKI.
Selanjutnya, Ibnu Tadji yang juga dihadirkan Pemohon sebagai ahli menyampaikan bahwa terdapat tiga pihak yang terkait dengan pembentukan PPPSRS, yakni pemerintah, pemilik dan pengembang. Pemerintah mempunyai peran untuk mengendalikan pengelolaan PPPSRS, sedangkan pemilik mempunyai kewajiban untuk membentuk PPPSRS dan pengembang berperan memfasilitasi pembentukan PPPSRS. Menurut Ibnu, terdapat hal menarik bahwa ketika sudah melakukan serah terima sertifikat, maka pengembang juga merupakan pemilik. Namun terdapat perbedaan, lanjut Ibnu, pemilik yang berasal dari pengembang merupakan pemilik yang diberikan hak istimewa.
“Berbeda dengan pemilik yang lainnya, pengembang diberi hak istimewa, padahal sebenarnya kedudukannya adalah sama, sudah tidak ada lagi pengembang ketika itu sudah diserah-terimakan, sama-sama kedudukannya sebagai pemilik,” kata Ibnu, yang juga Ketua Asosiasi Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (Aperssi).
Kemudian, Aguswandi Tandjung sebagai saksi fakta yang dihadirkan Pemohon menceritakan bahwa suasana pembentukan PPPSRS di tempatnya didominasi oleh pengembang. “Pembentukannya itu sangat dominan dikuasai oleh pengembang, di dalam undangan itu tidak dilampirkan data anggota atau data pemilik sebagai peserta rapat yang akan berhimpun menjadi perhimpunan penghuni rumah susun,” terang Aguswandi yang merupakan pemilik rusun campuran di Itc Roxy Mas, Jakarta.
Simson Muthe yang juga hadir sebagai saksi menyatakan hal yang sama, bahwa ada dominasi pihak pengembang yang cukup besar dalam proses pembentukan PPPSRS. “Di sini kami lihat dominasi daripada pengembang itu terlampau besar. Kami masuk pertama di rumah susun, kami tidak mengetahui apa-apa, demikian juga pemilik-pemilik lainnya, diseluruh Indonesia ini, sedangkan pengembang itu sudah mempunyai strategi untuk tetap mengelola di rumah susun itu,” ujar Simson, pemilik rusun sekaligus Ketua Forkom di Gading Nias Residence.
Setelah mendengarkan keterangan para ahli/saksi, Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati mengklarifikasi pernyataan ahli yang menyatakan pemilik rusun dalam pembentukan PPPSRS mempunyai keistimewaan. Hal ini didasarkan keterangan para saksi fakta, yang justru menyatakan pengembanglah yang lebih dominan dalam pembentukan PPPSRS.
Sedangkan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar mengingatkan kepada ahli bahwa Pemohon dalam perkara tersebut merupakan pemilik rusun dalam kategori komersial, sehingga yang mengurus pihak swasta. Untuk itu, Patrialis menanyakan kepada ahli bagaimana jika terdapat kondisi yang sama ketika pemerintah sudah ikut berperan serta dalam rusun komersial. (Triya IR).