Dewan Pengurus Pusat Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (DPP SBSI) memperbaiki permohonan uji ketentuan ruang lingkup kewenangan praperadilan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sidang pemeriksaan perbaikan permohonan perkara No. 35/PUU-XIII/2015 itu digelar Senin (6/4) di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi (MK). Henry Lumban Raja selaku kuasa hukum Pemohon menyampaikan poin-poin perbaikan permohonan di hadapan panel hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi Suhartoyo.
Pada kesempatan kali ini, Henry menegaskan kembali kerugian konsitusional yang dialami Pemohon. Seperti yang disampaikan Henry, SBSI merasa hak konstitusionalnya telah dirugikan akibat adanya Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) terkait perkara praperadilan yang diajukan Komisaris Jenderal Budi Gunawan terhadap KPK. Putusan tersebut dianggap menimbulkan ketidakpastian hukum oleh Pemohon.
Sebab, putusan PN Jaksel tersebut dianggap oleh Pemohon mengganti kandungan dalam Pasal 77 KUHAP. Seharusnya, PN Jaksel tidak menerima pendaftaran permohonan praperadilan tersebut. Pemohon juga menyayangkan putusan PN Jaksel yang menyatakan penetapan status tersangka terhadap Komjen Budi Gunawan adalah tidak sah dengan berbagai alasan.
Salah satu alasan yang dipakai PN Jaksel saat mengabulkan permohonan Budi Gunawan yakni proses penetapan tersangka merupakan bagian dari penyelidikan dan penyidikan. Padahal, Pasal 77 KUHAP menyatakan PN hanya berwenang memeriksa dan memutus sah atau atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan. Dengan kata lain, dalam Pasal 77 KUHAP sama sekali tidak dinyatakan bahwa PN, dalam hal ini PN Jaksel, berwenang mengadili perkara penetapan tersangka. Pemohon pun beranggapan bahwa dengan secara tidak langsung menetapkan penetapan tersangka termasuk objek praperadilan, PN Jaksel lewat putusannya telah merusak tatanan hukum.
Putusan PN Jaksel tersebut juga dianggap merugikan hak konstitusional Pemohon karena menimbulkan ketidakpastian hukum dengan membebaskan status tersangka Komjen Budi Gunawan. Lebih lanjut, ketidakpastian hukum tersebut menimbulkan berkembangnya korupsi, kolusi, dan nepotisme yang pada ujungnya menyebabkan kesejahteraan buruh yang tergabung dalam SBSI sulit dicapai.
Sementara kuasa hukum Pemohon lainnya, Manggatur Nainggolan menegaskan kembali petitum permohonan Pemohon. “Menerima dan mengabulkan seluruh Permohonan Pengujian Nomor yang diajukan oleh Pemohon. Menyatakan Pasal 77A Undang-undang 8 Tahun 1982 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, sepanjang dimaknai pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus tentang sah dan tidaknya penetapan tersangka. Menyatakan Pasal 77A Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana tidak sah dan tidak mengikat sepanjang dimaknai pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus sah tidaknya penetapan tersangka,” ujar Nainggolan di hadapan Patrialis Akbar dan Aswanto yang bertindak sebagai anggota panel hakim.
Menambahkan penjelasan rekan-rekannya, Budiono yang juga bertindak selaku kuasa hukum Pemohon mengatakan pada pokoknya Pemohon meminta tidak boleh ada penafsiran lain terhadap Pasal 77 KUHAP seperti yang telah dilakukan PN Jaksel lewat putusan kasus Komjen Budi Gunawan. (Yusti Nurul Agustin)