Sebanyak 80 pelajar Sekolah Menengah Kejuruan Iman dan Taqwa (SMK Imtaq) Darurrahim, Cakung Jakarta Timur mengunjungi Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (30/3) pagi. Kedatangan mereka diterima oleh Peneliti MK M. Mahrus Ali di aula gedung MK.
Mengawali pertemuan, Mahrus Ali menerangkan sejumlah peran MK. “MK berperan sebagai the guardian of constitution, the final interpreter of constitution, the guardian of democracy, the protector of citizen’s constitutional rights dan the protector of human rights,” urai Ali yang didampingi Amirudin selaku guru Pendidikan Kewarganegaraan di SMK Imtaq Darurrahim.
Ali menjelaskan, MK sebagai the guardian of constitution diartikan bahwa MK sebagai pengawal konstitusi. Sedangkan MK sebagai the final interpreter of constitution diartikan bahwa tidak ada institusi lain yang berwenang menafsirkan konstitusi kecuali MK. Kemudian MK sebagai the guardian of democracy diartikan bahwa MK menjaga demokrasi. Kalau ada pemilu yang tidak demokratis, bisa dibawa ke MK. Dalam arti, MK tetap menangani sengketa hasil pemilu. Selanjutnya, MK sebagai the protector of citizen’s constitutional rights diartikan bahwa MK sebagai pelindung hak-hak konstitusional warga negara. Lalu, MK sebagai the protector of human rights diartikan bahwa MK sebagai pelindung hak-hak asasi manusia.
“Ada kasus menarik, misalnya seperti putusan MK mengenai anak di luar nikah atau putusan MK tentang akte kelahiran. Artinya, MK memberikan perlindungan terhadap hak-hak warga negara yang dirugikan oleh berlakunya undang-undang,” ucap Ali.
Pada kesempatan itu, Ali juga menuturkan mengenai sejarah pertama kali munculnya judicial review di dunia. Bermula dari kasus Marbury vs Madison pada 1803. Kasus Marbury vs Madison adalah yang pertama kali saat Mahkamah Agung Amerika Serikat menyatakan Judiciary Act Tahun 1789 dipandang bertentangan dengan Konstitusi Amerika Serikat.
Lebih jauh Ali menyinggung, pakar hukum asal Austria Hans Kelsen sebagai penggagas pentingnya menjaga sebuah hukum dasar melalui sebuah lembaga yaitu Mahkamah Konstitusi. Hingga akhirnya terbentuklah Mahkamah Konstitusi pertama di dunia yaitu di Austria pada 1920.
Mengenai sejarah MK di Indonesia, ide pembentukannya pertama kali muncul di masa perjuangan kemerdekaan. Adalah Moh. Yamin dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) mengusulkan Balai Agung (Mahkamah Agung) perlu diberi wewenang untuk membanding (menguji) undang-undang. Tetapi Soepomo tidak setuju karena UUD tidak menganut sistem trias politica.
Bertahun-tahun kemudian, pada 1999-2002 terjadi amandemen UUD 1945. Isu pengujian UU kembali diusulkan, hingga dibentuknya Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) pada 13 Agustus 2003 yang berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Selain itu MKRI wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD. (Nano Tresna Arfana)