Sekitar 200 guru SMP/MTs Se-DKI Jakarta mengikuti temu wicara bertajuk Mahkamah Konstitusi Dalam Sistem Ketatanegaraan RI yang diselenggarakan Mahkamah Konstitusi (MK) bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Dasar Provinsi DKI Jakarta Selasa (28/2). Acara yang digelar di ruang serbaguna lantai 4 gedung MK tersebut dimulai pukul 08.00 WIB dengan materi tentang Perubahan UUD 1945 yang disampaikan oleh Drs. Agun Gunanjar Sudarsa, mantan anggota PAH I MPR RI dengan moderator Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan MK, Drs. Sudiharjo, M.A. Dalam uraiannya Agun Gunanjar Sudarsa menjelaskan bahwa perubahan UUD 1945 yang telah berlangsung hingga empat kali merupakan respon positif para wakil rakyat atas tuntutan reformasi, khususnya dalam sistem ketatanegaraan RI. Oleh sebab itu, menurutnya, dengan adanya perubahan UUD 1945 telah terjadi perubahan mendasar dalam sistem ketatanegaraan RI. Misalnya, UUD 1945 yang dulu bersifat executive heavy sekarang telah berubah dengan sistem check and balances antara kekuasaan eksekutif di satu sisi dengan legislatif di sisi lain. MPR menurut UUD 1945 sebelum perubahan adalah lembaga tertinggi negara, namun sekarang MPR adalah lembaga tinggi negara yang sederajat dengan Presiden, DPR, DPD, BPK, MA, dan MK, kata Agun.
Sedangkan sesi kedua, para peserta mendapatkan materi tentang MK dalam Sistem Ketatanegaraan RI yang disampaikan oleh hakim konstitusi Maruarar Siahaan, S.H. dengan moderator tenaga ahli MK Fritz Edward Siregar, S.H. L.L.M. Dengan gaya dan logatnya yang khas Batak, dalam pemaparannya Maruarar menguraikan tentang kedudukan, kewenangan dan kewajiban MK sebagai produk reformasi konstitusi, baik menyangkut pengujian UU, sengketa kewenangan antarlembaga negara, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan hasil Pemilu dan impeachment presiden.
Selain itu, Maruarar juga menjelaskan bahwa tugas DPR untuk mengontrol presiden bukan berarti bahwa DPR harus membuat penilaian untuk menyalahkan presiden. Namun yang menjadi rujukan dalam menyelenggarakan tata laksana sistem pemerintahan sesuai dengan sistem ketatanegaraan RI adalah konstitusi. Dalam hubungan ini keberadaan MK sebagai pengawal dan penafsir konstitusi menjadi sangat penting. Sehingga kewajiban MK dalam memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa presiden/wakil presiden telah melakukan pelanggaran hukum dalam proses impeachment akan memberikan kepastian hukum bagi semua pihak manakala terjadi sengketa kewenangan antarlembaga negara. MK dengan segala kewenangannya merupakan alat bagi tegaknya konstitusi dalam sistem ketatanegaraan RI, tandas Maruarar.
Menjawab pertanyaan salah seorang peserta, Maruarar juga mengingatkan bahwa dalam implementasi praktek sistem ketatanegaraan RI pasca amandemen UUD 1945, masih sering dijumpai kesimpangsiuran dan arogansi kekuasaan lembaga negara tertentu dalam melaksanakan kewenangannya. Ini dapat terjadi karena perubahan itu merupakan hal baru dalam sistem ketatanegaraan kita, kata Maruarar.
Pada pukul 13.00 WIB, setelah dilakukan dialog dan tanya jawab, akhirnya acara diakhiri dengan jamuan makan siang dan pembagian piagam serta cindera mata bagi para peserta. (WS. Koentjoro)