Undang-Undang No. 5 tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (UU MA) yang mengatur ketentuan pembatasan pengajuan kasasi tetap dinyatakan berlaku dan tidak bertentangan dengan konstitusi pasca MK memutuskan menolak permohonan pengujian norma Pasal 45A ayat 2 huruf b UU MA yang diajukan oleh Pemohon Dwi Hertanty.
Mahkamah Konstitusi dalam amar putusannya yang dibacakan Kamis Kamis (19/3) siang berpendapat pembatasan pengajuan perkara pidana ke Mahkamah Agung merupakan hal yang lazim, termasuk dilakukan di berbagai negara dan tidak bertentangan dengan konstitusi. Pembatasan tersebut bertujuan untuk menjaga agar tidak terlalu banyak perkara yang dimohonkan untuk dikasasi serta untuk meningkatkan kualitas putusan pengadilan tingkat pertama dan banding. Selain itu, Mahkamah juga menilai tidak ada perlakukan diskriminatif yang termuat dalam pasal tersebut karena ketentuan tersebut berlaku bagi semua warga negara, khususnya yang dijatuhi pidana penjara yang ancaman pidananya selama satu tahun.
Lebih lanjut Mahkamah juga sepakat dengan pendapat Pemerintah yang menyebut bahwa dalam menjalankan hak dan kebebasannya bukan berarti setiap orang bebas sekehendak hatinya. Hak dan kebebasan orang lain juga merupakan hal yang harus diperhatikan, sehingga Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 menegaskan bahwa pembatasan terhadap hak dan kebebasan dilakukan dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain.
Mahkamah diakhir putusannya turut menegaskan bahwa konstitusi telah mengatur semua hak asasi manusia dapat dibatasi dengan UU dan setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan tersebut dengan tujuan untuk memberikan jaminan pengakuan dan penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. Dengan demikian, Mahkamah memutuskan menolak permohonan Pemohon karena tidak beralasan menurut hukum. “Menyatakan menolak permohonan Pemohon.” ucap Arief Hidayat.
Sebelumnya, permohonan ini diajukan oleh Dwi Hertanty yang didakwa telah melakukan perbuatan kekerasan fisik terhadap Rahman Rezky yang menyebabkan memar pada dada kanan, dada kiri, dan lengan kiri atas sehingga Pemohon diancam dalam Pasal 44 ayat (4) UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling lama 4 bulan. Pemohon telah diputus bersalah oleh pengadilan di mana putusan pengadilan tingkat pertama dan pengadilan tingkat banding menjatuhkan hukuman pidana 2 bulan terhadap Pemohon. (Julie)