Pemerintah diwakili Kementerian Dalam Negeri menegaskan tidak terdapat kesalahan pada norma Pasal 158 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Menurutnya, aturan tersebut akan diberlakukan pada Pemilihan Umum tahun 2019 dan selanjutnya.
Adapun Pasal 158 ayat (1) huruf c UU No. 23/2014 menyatakan,
menentukan bilangan pembagi pemilih berdasarkan hasil pemilihan umum di daerah pemilihan Daerah kabupaten/kota induk dan Daerah kabupaten/kota yang dibentuk setelah pemilihan umum.
Zudan Arif Fakrulloh, staf ahli Menteri Dalam Negeri Bidang Politik Hukum dan Hubungan Antar Lembaga menjelaskan pelaksanaan pemilu DPR, DPD, dan DPRD tahun 2014 dilaksanakan jauh sebelum pemberlakuan UU No. 23/2014. Keputusan pengesahan keanggotaan DPRD Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir di Provinsi Sumatera Selatan dilakukan pada tanggal 11 Januari 2013 berdasarkan UU No. 7/2013. Sementara Pemilihan Umum DPR, DPD, DPRD di seluruh Indonesia, termasuk Kabupaten Muara Enim, dilakukan pada tanggal 9 April 2014.
Saat menyusun UU No. 23 Tahun 2014, ia mengakui sebagian materinya mengambil dari UU No. 17 Tahun 2014 tentang anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Namun menurutnya, pengisian keanggotaan DPRD pada daerah pemekaran berpedoman pada UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif.
Oleh karena itu, menurut Pemerintah tidak terdapat pertentangan di dalam norma Pasal 158 ayat (1) huruf c UU No. 23 Tahun 2014 karena norma tersebut akan diberlakukan setelah pemilu 2014. “Artinya diberlakukan untuk pemilu-pemilu setelah undang-undang ini dibentuk,” ujarnya dalam sidang lanjutan perkara nomor 7/PUU-XIII/2015 di ruang sidang pleno Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (18/3).
Tafsir Keliru
Lebih lanjut, pemerintah menyatakan kekeliruan terletak pada saat KPU menerbitkan Keputusan Nomor 609 Tahun 2014, dalam pengisian anggota DPRD Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Pali. “Berkaitan dengan hal tersebut, menurut Pemerintah, tempat untuk melakukan koreksi terhadap keputusan KPU tersebut bukan di Mahkamah Konstitusi,” imbuhnya.
Berdasarkan hal tersebut, Pemerintah memohon pada MK untuk menolak permohonan pemohon serta menyatakan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Sebelumnya, aturan tentang pengisian anggota DPRD daerah pemekaran yang tertuang dalam Pasal 158 ayat (1) huruf c UU Pemda dinilai merugikan Pemohon yang merupakan partai politik dan calon anggota DPRD Kabupaten Muara Enim, Sumatra Selatan.
Pemohon menuturkan,Pasal 158 ayat (1) huruf c UU Pemda telah mengubah komposisi partai politik yang akan mendapatkan kursi di daerah Kabupaten Muara Enim apabila dilakukan penataan kabupaten induk dan pengisian anggota DPRD di kabupaten pemekaran, dalam hal ini adalah Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir. Dengan adanya BPP yang baru, maka di situlah letak ketidakpastian hukum apakah dalam hal ini akan ditentukan BPP yang baru atau tidak, padahal BPP yang lama sudah ada dan telah dilaksanakan berdasarkan Dapil masing-masing.
Pemohon menambahkan, menurut UU No. 8 Tahun 2012, penataan daerah pemilihan untuk daerah pemekaran dilakukan 12 bulan sebelum penyelenggaraan pemilu. Sedangkan Kebupaten Pali yang merupakan daerah pemekaran Kabupaten Muara Enim dibentuk 15 bulan sebelum penyelenggaraan pemilu. “Sesuai dengan bunyi Pasal 158 ayat (3) UU Pemda, pengisian anggota DPRD provinsi tidak dilakukan bagi daerah kabupaten/kota yang dibentuk 12 bulan sebelum pelaksanaan pemilihan umum, maka semestinya daerah induk dalam hal ini Kabupaten Muara Enim dan daerah pemekaran Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir, daerah pemilihannya telah ditata,” jelas Ahmad Iriawan, Senin (26/1). (Lulu Hanifah)