Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), guru, dan orang tua siswa yang mengajukan pengujian terhadap Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) menyampaikan perbaikan permohonannya dalam sidang yang digelar Rabu (18/3). Sebelumnya, Para Pemohon meminta materi kesehatan reproduksi dimasukkan dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah (Dikdasmen) lewat UU Sisdiknas sebagai payung hukumnya.
Muhammad Isnur selaku kuasa hukum para Pemohon menyampaikan poin-poin perbaikan permohonan perkara yang teregistrasi dengan nomor 28/PUU-XIII/2015 itu di hadapan Anwar Usman selaku ketua panel hakim dalam persidangan kali ini.
Salah satu perbaikan yang dilakukan oleh Para Pemohon terletak pada argumentasi kerugian konstitusional. “Kami elaborasi kerugian konstitusional Pemohon. Kami detailkan dan kami maksimalkan penjelasan dan argumentasinya sesuai dengan saran Hakim,” ujar Isnur yang juga mengatakan perbaikan lain terletak pada sistematika penulisan permohonan dan perbaikan pada berbagai kesalahan penulisan yang tidak disengaja.
Meski demikian, Pemohon menyatakan tidak mengikuti sepenuhnya saran hakim yang disampaikan pada sidang pendahuluan. Pemohon menyatakan tetap menggugat ketentuan Pasal 37 ayat (1) huruf h UU Sisdiknas, bukannya Pasal 37 ayat (1) huruf a seperti yang disarankan panel hakim sebelumnya. Sikap yang diambil Pemohon tersebut memang dibenarkan. Sebab, panel hakim pada sidang pendahuluan hanya berkewajiban memberikan saran tanpa memaksa Pemohon untuk mengikuti saran tersebut.
Konstitusional Bersyarat
Pasal a quo menyatakan kurikulum Dikdasmen wajib memuat salah satunya yaitu pendidikan jasmani dan olahraga. Pemohon pun langsung meminta Mahkamah untuk menafsirkan pasal a quo sebagai pasal yang mewajibkan kurikulum Dikdasmen memasukkan kesehatan reproduksi sebagai salah satu jenis pendidikan jasmani dan kesehatan. Artinya, frasa “pendidikan jasmani dan olahraga” dalam pasal a quo diminta oleh Pemohon untuk juga dimaknai atau merujuk kepada kesehatan reproduksi.
Bila pasal a quo tidak diartikan sebagaimana yang Pemohon inginkan, Pemohon meminta Mahkamah menyatakan pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28B ayat (2), Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28F, Pasal 28G ayat (1), Pasal 31 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Sebab, Pasal 37 ayat (1) huruf h dianggap mengesampingkan hak anak untuk tumbuh dan berkembang serta berhak mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Salah satu kekerasan yang ingin dihindari oleh Pemohon dengan memasukkan materi seputar kesehatan reproduksi ke dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah yaitu kekerasan seksual. Bentuk kekerasan seksual yang menurut Pemohon dapat merampas hak kkonstitusional anak-anak antara lainpencabulan hingga pernikahan dini. Dengan memahami materi seputar kesehatan reproduksi, Pemohon berharap anak-anak dapat melindungi dirinya sendiri dari kekerasan seksual, kehamilan yang tidak dikehendaki, aborsi yang tidak aman, hinggan penyakit menular seksual. (Yusti Nurul Agustin)