Buntut Ricuh Sidang Pilkada di MK Berakhir dengan Pembunuhan
Minggu, 15 Maret 2015
| 13:33 WIB
Jakarta - Sidang pilkada Maluku yang sempat ricuh pada 14 November 2014 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) berujung pada pembunuhan. Kasus pembunuhan itu terjadi pada 28 November 2014 atau 2 minggu selang peristiwa kericuhan itu terjadi.
Dalam dakwaan yang diperoleh detikcom, Senin (9/3/2015), kasus itu bermula ketika Dorus Labobar yang kini menjadi terdakwa menjanjikan akan membayar rekan-rekannya yang hadir di sidang pilkada Maluku di Gedung MK. Rupanya, janji Dorus tidak ditepati. Alhasil massa yang hadir merasa geram dengan Dorus.
Pada 28 November, Depi Sinay selaku orang yang dijanjikan akan diberi uang oleh Dorus menagih janji. Depi Sinay dan rekan-rekannya menemui Dorus di kawasan Atrium Senen, Jakarta Pusat.
Saat bertemu, Depi langsung memaki-maki Dorus karena belum membayar uang sebesar Rp 1,5 juta yang dijanjikan Dorus. Tidak terima dimaki-maki, Dorus pun naik pitam dan keduanya berkelahi.
Dorus yang berbekal pisau mencoba menusuk Depi Sinay tetapi sempat ditangkis. Dorus kembali mencoba melumpuhkan Depi dan pisau milik Dorus berhasil menancap di tubuh Depi yang menyebabkan Depi tewas.
Selang 2 hari Dorus ditangkap polisi dan kini sedang disidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Dalam dakwaanya, JPU Domo Pranoto dari Kejari Jakarta Pusat, menganggap Dorus melanggar pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, pasal 351 KUHP tentang penganiayaan yang menyebabkan kematian dan pasal 2 UU Darurat tentang kepemilikan senjata tajam.
Sedangkan kuasa hukum terdakwa, Rotua, mengatakan Dorus tidak ada niat untuk tidak bayar hutang Rp 1,5 juta. Namun dana itu belum dibayar karena, Dorus belum menerima dana tersebut dari bos nya.
Sidang yang dipimpin majelis hakim Syahrul, masih beragendakan mendengar keterangan saksi-saksi. Dorus kini ditahan di Rutan Salemba.