TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa terkait hak ulayat masyarakat hukum adat yang masih hidup atas sumber daya air diakui, sesuai dengan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945.
MK membatalkan secara keseluruhan Undang-undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air karena dinilai bertentangan dengan UUD 1945.
Atas keluarnya putusan tersebut Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (DPDT2) Marwan Jafar memberikan apresiasi.
"Putusan Mahkamah terkait hak ulayat masyarakat hukum adat memperkuat eksistensi Desa Adat dalam UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, yaitu desa adat merupakan kesatuan masyarakat hukum adat yang merupakan gabungan antara prinsip genealogis dan prinsip teritorial" jelas Menteri Marwan dalam siaran persnya hari ini.
Secara faktual kesatuan masyarakat hukum adat tersebut telah ada dan hidup di Indonesia. Seperti huta atau nagori di Sumatera Utara, gampong di Aceh, nagari di Minangkabau, marga di Sumatera bagian selatan, tiuh atau pekon di Lampung, desa pakraman/desa adat di Bali, lembang di Toraja, banua dan wanua di Kalimantan, dan negeri di Maluku.
"Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia" Menteri Marwan menambahkan.
Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Desa Adat diatur dengan Ketentuan Khusus dalam Bab XIII Pasal 103 sampai Pasal 110 yang pada intinya mengatur kewenangan Desa Adat berdasarkan hak asal-usul yang dimiliki oleh Desa Adat. Termasuk Pengaturan dan pengurusan ulayat atau wilayah adat (Pasal 103 huruf b).
"Putusan Mahkamah Konstitusi ini tentunya harus dijadikan momentum untuk memperhatikan eksistensi desa adat dan hak ulayatnya yang selama ini seringkali diabaikan oleh kepentingan komersial dalam pengelolaan sumber daya alam" imbuh Menteri Marwan.
Tidak terakomodasinya kepentingan masyarakat desa adat dalam pengelolaan sumber daya alam sudah lama terjadi dan menimbulkan konflik antara pemilik modal dengan masyarakat desa adat. Namun pada akhirnya kepentingan masyarakat desa adatlah yang seringkali dikalahkan.
"Kita ingin masyarakat desa adat ikut merasakan hasil kekayaan sumber daya alam yang ada di wilayahnya, jangan sampai hanya pemilik modal yang menikmati hasilnya sementara masyarakat desa adat yang kemudian menanggung dampak buruk akibat eksploitasi yang tidak melestarikan lingkungan, meminggirkan hak dan kepentingan masyarakat setempat, dan mengabaikan kearifan lokal," ujar Marwan.
Padahal dalam UU Desa tegas sekali sudah diakui hak-hak kesatuan masyarakat adat, termasuk hak mengurus dirinya sendiri terkait dengan hak ulayatnya atas sumber daya alam yang ada di wilayah hukum adatnya.
"Justru keberadaan desa adat harus terus diperkuat dan masyarakatnya harus lebih diberdayakan agar mampu memanfaatkan sumber daya alam di atas tanahnya yang telah diwarisi dari leluhur selama ratusan tahun" kata Politisi PKB ini.
Ia juga mengingatkan dalam UU Desa telah dinyatakan bahwa pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan oleh desa adat merupakan salah satu aspek untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat desa, memperbanyak lapangan kerja, menekan laju urbanisasi, dan mengurangi kemiskinan di desa.
Karena itu Marwan mengajak semua pihak yang terkait termasuk Pemerintah pusat dan daerah untuk lebih bijaksana dalam memberikan izin-izin kegiatan industri yang bersinggungan dengan wilayah desa adat.
"Sudah saatnya hak dan kepentingan desa adat lebih dihormati dan dilindungi, masyarakatnya diberdayakan agar lebih berkembang dan sejahtera" ujarnya.
Pria asli desa ini mengajak semua elemen bangsa untuk mendukung pembangunan desa adat dan pemberdayaan masyarakat desa adat. "Dalam rangka melaksanakan amanat UU Desa juga merupakan salah satu wujud nyata implementasi Nawa Cita Pemerintahan Jokowi-JK yang ketiga yaitu Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan" tutur Menteri Desa Marwan Jafar.
Sumber: http://www.tribunnews.com/nasional/2015/02/22/menteri-desa-apresiasi-vonis-mk-soal-hak-ulayat-masyarakat-hukum-adat?page=3