Sekitar delapan puluh siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) Al Hamidiyah mengunjungi Mahkamah Konstitusi (MK). Kunjungan mereka disambut oleh Peneliti MK Abdul Goffar. Dalam kesempatan yang sama, Goffar juga memberikan materi seputar MK dan sistem ketatanegaraan Indonesia. Usai mendengarkan paparan Goffar, para siswa melontarkan berbagai pertanyaan kritis yang langsung mendapat applause dari Goffar. Kunjungan pun berlanjut ke lantai 5 dan 6 Gedung MK tempat Pusat Sejarah Konstitusi (Puskon) berada.
Mengawali penjelasannya, Goffar mengatakan saat ini tidak ada lagi lembaga negara tertinggi. Saat ini, semua lembaga negara memiliki kedudukan yang sederajat. Hanya fungsi masing-masing lembaga saja yang membedakan tiap lembaga negara. Salah satu lembaga negara utama yang kewenangannya diatur dalam UUD 1945 adalah MK. Bersama dengan Mahkamah Agung (MA), MK menjalankan fungsi yudikatif.
MK sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman baru lahir pada masa reformasi, tepatnya pada 13 Agustus 2003 lewat perubahan atau amandemen UUD 1945 pada tahun 2001. Pada masa reformasi tersebut, lanjut Goffar, MK dianggap harus ada dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Sebab, MK memiliki kewenangan yang berbeda dengan MA.
Gofar pun menjelaskan bahwa selama ini MA selaku kekuasaan kehakiman memiliki kewenangan untuk menegakkan peraturan perundang-undangan. Dengan bahasa yang mudah dipahami para siswa, Gofar memberi contoh bila para siswa mengendarai kendaraan bermotor lalu ditilang polisi namun merasa keberatan dengan putusan bersalah di persidangan maka para siswa dapat melakukan upaya banding ke pengadilan tinggi. Bila masih tidak puas, masih dicontohkan oleh Gofar, para siswa dapat melakukan upaya kasasi ke MA.
Sedangkan MK tidak memiliki kewenangan serupa dengan MA. Selaku pelaku kekuasaan kehakiman, MK berwenang untuk menguji norma terhadap Konstitusi. Dengan kata lain, MK bertugas menegakkan Konstitusi. “Misalnya, ada norma yang mengatur batas usia untuk mencoblos dalam pemilihan umum yaitu 17 tahun karena dianggap sudah dewasa. Nah, kalian bia menguji norma itu ke MK dengan alasan bisa saja anak-anak di bawah usia 17 tahun seperti kalian sudah dianggap dewasa,” jelas Gofar memberikan contoh.
Hierarki Perundang-Undangan
Lebih lanjut, Gofar menjelaskan bahwa Indonesia memiliki beberapa peraturan perundangan dari yang tertinggi hingga terendah atau sering disebut dengan hierarki perundang-undangan. Di tempat tertinggi, Pancasila sebagai dasar negara mengandung falsafah hidup bangsa Indonesia. Menempati posisi selanjutnya adalah Undang-Undang Dasar 1945 atau disebut sebagai Konstitusi dalam istilah hukum. Konstitusi mengandung hak-hak dasar yang disepakati bersama oleh pemerintah dan rakyat.
“Dalam teorinya Konstitusi adalah seperti kontrak sosial antara masyarakat dan negara. Ini adalah teori kontrak sosial yg dipopulerkan oleh JJ Rosseau. Ketika Konstitusi sudah disepakati maka siapa pun penguasa negaranya, Konstitusi harus ditaati,” papar Gofar sembari menyelipkan guyonan sehingga membuat suasana tegang mencair.
Gofar kembali menjelaskan bahwa di bawah Konstitusi terdapat undang-undang yangmerupakan penjabaran dari UUD. Undang-undang disusun atas kesepakatan pemerintah dan parlemen.
Kewenangan MK
Selanjutnya, Gofar menjelaskan bahwa undang-undang yang secara hierarki berada di bawah UUD 1945 itulah yang dapat diuji ke MK. Kewenangan untuk menguji norma dalam UU terhadap UUD 1945 yang dimiliki MK diatur langsung lewat Pasal 24C UUD 1945.
Kewenangan lainnya yang diamanatkan Konstitusi untuk dilaksanakan oleh MK yaitu kewenangan menyelesaikan sengketa antar lembaga negara. Di saat menjelaskan soal kewenangan ini, seorang siswa bertanya mengenai sengketa antara KPK dan Polri yang sedang hangat kasusnya di media massa.
Atas pertanyaan tersebut, Gofar mengapresiasi daya kritis para siswa SMP tersebut. Gofar menganggap pertanyaan tersebut sangat kritis untuk siswa yang masih duduk di bangku SMP. Ia pun menjelaskan bahwa sengketa antar lembaga negara yang bisa diselesaikan oleh MK adalah sengketa antar lembaga negara yang kewenangannya diatur oleh UUD 1945.
Menurut Gofar, meski TNI dan Polri memang lembaga negara namun bukan lembaga negara utama (main states organ) karena tidak menjalankan fungsi yudikatif, eksekutif, ataupun legislatif namun TNI dan Polri adalah lembaga yang kewenangannya langsung diatur dalam Konstitusi. Sedangkan KPK meski sebagai lembaga negara kewenangannya hanya diatur oleh undang-undang. Sebenarnya, di Bab IX Pasal 24 ayat (3) UUD 1945 dinyatakan bahwa badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang. Sehingga menurut Gofar, KPK sebenarnya termasuk turunan kekuasaan kehakiman yang diatur lewat pasal tersebut. Dengan kata lain, lewat sudut penyelesaian sengketa lain, Gofar berperndapat MK bisa saja menyelesaikan sengketa antara Polri dengan KPK lewat jalur SKLN. Meski begitu, hanya Hakim Konstitusi sajalah yang berwenang memutus apakah MK berwenang untuk menyelesaikan sengketa tersebut. (Yusti Nurul Agustin)