Sidang perbaikan permohonan uji materi UU Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun (UU Rusun) - Perkara Nomor 21/PUU-XIII/2015 – digelar di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (2/3) siang. Pemohon adalah Kahar Winardi, dkk, yang menguji Pasal 74 Ayat (1), Pasal 75 Ayat (1) dan Pasal 107 UU a quo. Muhammad Imam Nasef, selaku kuasa hukum Pemohon menyatakan telah melakukan perbaikan permohonan dengan memerinci kerugian konstitusional sesuai saran dan nasihat hakim pada sidang sebelumnya.
“Terkait dengan kerugian konstitusional, di situ kami di halaman sembilan sudah memerinci kerugian-kerugian konstitusional yang diakibatkan adanya ketentuan Pasal 75 ayat (1) dan Pasal 107 Undang-Undang Rusun,” ujar Nasef didampingi Santi Dewi, yang juga kuasa hukum Pemohon.
Menurut Nasef, seharusnya pemilik rusun sebagai pemilik hak bisa bertindak bebas secara leluasa untuk menikmati maupun mempergunakan rumah susun yang dimilikinya. Tetapi dengan adanya Pasal 75 ayat (1), pemilik rusun akan dirugikan karena apabila melakukan pembentukan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) harus melalui fasilitasi pelaku pembangunan (pengembang).
Lebih lanjut, Nasef mengatakan bahwa ketentuan Pasal 75 ayat (1) membuka peluang bagi praktik monopoli yang dilakukan oleh para pelaku pembangunan dalam pembentukan PPPSRS. Nasef menambahkan, ketika PPPSRS telah dimonopoli oleh pelaku pembangunan, maka akan merugikan hak konstitusional pemilik Sarusun untuk menikmati hak miliknya.
“Ketika misalnya PPPSRS telah dimonopoli oleh para pelaku pembangunan, juga merugikan hak konstitusional warga negara, terutama para pemilik Sarusun untuk menikmati hak miliknya, yaitu Sarusun,” imbuh Nasef.
Kemudian, terkait dengan Pasal 107, menurut Nasef terdapat kerugian konstitusional yang dialami Pemohon karena seharusnya sanksi administratif diberikan kepada penyelenggara satuan rumah susun (sarusun), bukan kepada pemilik. Menurutnya, pemilik Sarusun bukanlah bagian dari penyelenggara dan jenis sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 108 UU a quo tidak ada relevansinya dengan pemilik. “Seperti pencabutan ijin usaha, lebih relevan apabila dikenakan kepada penyelenggara rumah susun, bukan kepada pemilik rumah susun,” kata Nasef.
Selain itu, Nasef menyampaikan penambahan petitum dengan meminta agar ketentuan Pasal 75 ayat (1) sepanjang frasa “pelaku pembangunan” UU Rusun tidak mempunyai kekuatan hukum, sepanjang tidak dimaknai “pemerintah”. Hal ini dikarenakan bahwa dalam konsideran rumah susun ternyata pemerintah diberikan tanggung jawab untuk menyelenggarakan pembinaan terhadap rumah susun. Pembinaan itu mencakup pengelolaan, pengaturan dan pengawasan, sehingga menurutnya, pemerintah adalah pihak yang paling tepat untuk memfasilitasi PPPSRS.
Setelah mengesahkan alat bukti, Hakim Konstitusi Maria Farida Indarti yang memimpin persidangan menyatakan Majelis Panel akan terlebih dahulu melaporkan hasil sidang kepada Rapat Permusyawaratan Hakim. “Setelah sidang ini Kami mau melaporkan ke rapat permusyawaratan hakim untuk bagaimana kelanjutan dari perkara ini. Nanti kalau sudah ada putusan, nanti Anda akan dipanggil,” pungkas Maria Farida. (Triya IR)