Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memberikan keterangan terhadap permohonan Pengujian Undang-Undang (PUU) Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPTKILN) yang diajukan oleh 29 Anak Buah Kapal (ABK). Keterangan tersebut disampaikan dalam sidang pleno yang digelar Rabu (25/9) di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi (MK). Baik DPR maupun Pemerintah menganggap dalil para Pemohon bukan permasalahan konstitusionalitas norma, melainkan permasalahan teknis penerapan norma.
Anggota Komisi III DPR, Junimart Girsang mewakili DPR menyampaikan keterangan resmi di hadapan pleno hakim yang diketuai langsung oleh Ketua MK, Arief Hidayat. Girsang menyampaikan bahwa sesungguhnya Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) yang dipermasalahkan oleh para Pemohon berfungsi sebagai kartu identitas TKI selama masa penempatan di negara tujuan. Selain itu, KTKLN juga menjadi bukti bahwa TKI yang bersangkutan telah memenuhi prosedur untuk bekerja di luar negeri dan berfungsi sebagai instrumen perlindungan.
Terkait dengan dalil para Pemohon yang menyatakan terdapat ketidakpastian hukum akibat tidak jelasnya kementerian mana yang berwenang untuk memberikan perlindungan, Girsang menyampaikan bahwa hal tersebut tidak beralasan. Sebab, Pasal 28 UU PPTKILN telah dilengkapi dengan penjelasan yang menyebutkan bahwa pekerjaan atau jabatan dalam pasal a quo merujuk antara lain pekerjaan sebagai pelaut. Syarat dan tata cara memperoleh KTKLN yang diwajibkan dalam pasal a quo juga diatur lebih lanjut lewat Peraturan Menteri Ketenagakerjaan. “Berdasarkan Pasal 1 angka 17 Undang-Undang PPTKILN secara jelas disebutkan menteri yang bertanggung jawab ada menteri di bidang ketenagakerjaan, sehingga ketentuan mengenai pembuatan KTKLN menjadi wewenang Kementerian Ketenagakerjaan,” tegas Girsang.
Girsang menambahkan bahwa peraturan tata cara memperoleh KTKLN sudah diatur lewat Peraturan Menteri ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pemberian Elektronik Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri kepada Tenaga Kerja Indonesia. Dengan adanya peraturan menteri tersebut, Girsang selaku wakil DPR menegaskan bahwa kepastian hukum dalam hal teknis pembuatan KTKLN kepada tenaga kerja yang akan bekerja di luar negeri telah diberikan. Sedangkan terhadap permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan pembuatan KTKLN menurut DPR hal tersebut semata-mata merupakan masalah teknis penerapan.
Sementara itu Reyna Usman Dirjen Bena Penta dari Kementerian Tenaga Kerja menyampaikan keterangan selaku wakil Pemerintah. Mengawali keterangannya, Reyna menyampaikan usaha penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri dapat dilakukan oleh Pemerintah dan pelaksana penempatan TKI swasta (PPTKIS). Namun di dalam pelaksanaan penempatan TKI oleh PPTKIS dilakukan secara ketat. Salah satu bentuk perlindungan yang dilakukan Pemerintah yakni dengan mewajibkan para TKI memiliki KTKLN sebagai antisipasi ketiadaan identitas TKI di luar negeri. Agar pelaksanaan teknis operasional KTKLN lancar dan cepat, Reyna mengungkapkan bahwa penerbitan KTKLN dilimpahkan kepada Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI).
Oleh karena itu Pemerintah menganggap dalil para Pemohon yang menyatakan ketentuan Pasal 26 ayat (2) UU PPTKILN menyebabkan ketidakpastian hukum merupakan dalil yang salah alamat. Sebab, permasalahan perizinan merupakan masalah penerapan bukan masalah konstitusionalitas suatu norma dalam undang-undang.
Terlebih, Pasal 28 UU PPTKILN mengatur bahwa penempatan TKI pada pekerjaan atau jabatan tertentu diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri. Dalam penjelasan pasal a quo dinyatakan bahwa pekerjaan atau jabatan tertentu dalam pasal ini adalah antara lain pekerjaan sebagai pelaut. “Walaupun peraturan Menteri Ketenagakerjaan yang mengatur mengenai ketentuan perlindungan dan penempatan TKI pelaut hingga saat ini belum diterbitkan, namun untuk tidak mengurangi kewenangan menteri bahwa menteri yang dimaksud dalam Pasal 28 tersebut adalah Menteri Ketenagakerjaan. Hal ini sudah sesuai dengan Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 bahwa menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan,” tegas Reyna. (Yusti Nurul Agustin)