Mahkamah Konstitusi (MK) menerima kunjungan para siswa SMAN 1 Padang pada Rabu (25/2) siang di aula gedung MK. “Kunjungan kami ke MK sebagai proses belajar serta untuk mengenal MK lebih dekat,” ujar Parindangan Nasution, guru sejarah dari SMAN 1 Padang yang bertindak sebagai pimpinan rombongan.
Kedatangan para siswa tersebut diterima oleh Peneliti MK Fajar Laksono yang menjelaskan perbedaan antara Mahkamah Konstitusi (MK) dengan Mahkamah Agung (MA). “Di satu sisi ada Mahkamah Konstitusi, di sisi lain ada Mahkamah Agung. Dua lembaga ini sifatnya sejajar, tidak ada yang lebih tinggi dan tidak ada yang lebih rendah,” jelas Fajar.
Dikatakan Fajar, peran MK dan MA sama-sama diatur dalam Pasal 24 UUD 1945 mengenai kekuasaan kehakiman. MK dan MA memiliki kewenangan yang berbeda. MK merupakan lembaga pengawal demokrasi dan konstitusi. MK memiliki kewenangan melakukan uji materi UU terhadap UUD 1945.
Kewenangan lain MK, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. Selain itu, MK memiliki kewenangan memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum. Kemudian yang menjadi kewajiban MK, memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga melakukan pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, maupun tindak pidana lainnya.
Sedangkan MA mengadili sengketa hukum antara subyek hukum dengan subyek hukum lainnya, personal dengan personal, antara badan hukum yang satu dengan badan hukum lainnya. MA melalui pengadilan umum, pengadilan negeri, pengadilan tinggi, pengadilan tata usaha negara, pengadilan agama, pengadilan militer.
Fajar juga menjelaskan eksistensi MK yang dipandang sangat penting dalam bernegara. Landasan pembentukan MK adalah UUD 1945 yang merupakan hukum tertinggi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. UUD 1945 ada di puncak hierarki sebuah negara hukum yang harus dijaga dan ditegakkan karena merupakan kesepakatan tertinggi bangsa Indonesia.
Pada pertemuan itu, Fajar juga menerangkan bahwa ide pembentukan Mahkamah Konstitusi di dunia bermula dari pemikiran Hans Kelsen, ahli hukum tata negara terkenal. Kala itu Kelsen diangkat menjadi penasihat ahli dalam rangka ide perancangan konstitusi baru Austria pada 1919.
“Kelsen yang mengusulkan perlunya dibentuk lembaga yang kemudian dinamakan Mahkamah Konstitusi yang secara resmi dibentuk dengan undang-undang pada 1920,” tandas Fajar. (Nano Tresna Arfana)