Uji dan tipe uji berkala bagi alat berat sama seperti kendaraan bermotor adalah langkah tepat karena setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. Hal ini disampaikan oleh anggota Komisi III DPR, Arsul Sani dalam sidang pengujian Undang-Undang No. 21 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (23/2).
“Jalan dimaknai sebagai seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel. Hal ini dapat diartikan bahwa yang dikenai kewajiban memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan adalah kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan,” ujar Arsul di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Ketua MK Arief Hidayat.
Sementara, Staf Ahli Menteri Perhubungan Bidang Hukum Reformasi dan Birokrasi Umar Arif menjelaskan keberatan yang diajukan Para Pemohon tersebut bukan merupakan kewenangan Mahkamah Konstitusi Karena keberatan Pemohon bukan merupakan konstitusional review melainkan constitusional complaint. Pemerintah berpendapat Para Pemohon dalam permohonan ini tidak memenuhi kualifikasi sebagai pihak yang memiliki kedudukan hukum (legal standing). “Oleh karena itu menurut Pemerintah adalah tepat jika Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi secara bijaksana menyatakan permohonan Para Pemohon tidak dapat diterima,” jelasnya.
Menurut pemerintah, para pemohon keliru dalam menafsirkan ketentuan ini. Karena justru dengan adanya ketentuan ini Para Pemohon diberikan jaminan kepastian hukum dan keadilan hukum dalam melakukan kegiatannya dengan cara meregistrasi kendaraan bermotor sebagai upaya perlindungan hukum guna mewujudkan keselamatan dan keamaan dalam berlalu lintas di jalan.
“Oleh karena itu dengan adanya ketentuan ini para Pemohon telah mendapatkan hak atas pengakuan jaminan dan perlakuan sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dimana alat berat diakui sebagai kendaraan bermotor khusus yang memiliki perlindungan hukum yaitu dengan tidak diwajibkan melakukan pengujian sebagaimana terdapat dalam Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang LLAJ,” paparnya.
Perkara ini diajukan oleh tiga perusahaan kontraktor, yaitu PT Tunas Jaya Pratama, PT Multi Prima Universal, dan PT Marga Maju Japan. Dalam pokok permohonannya, para pemohon merasa hak konstitusionalnya dirugikan dengan diberlakukannya Penjelasan Pasal 47 ayat (2) huruf e bagian c UU LLAJ. Penjelasan Pasal 47 ayat (2) huruf e bagian c UU LLAJ berbunyi: “Yang dimaksud dengan “kendaraan khusus” adalah kendaraan bermotor yang dirancang khusus yang memiliki fungsi dan rancang bangun tertentu, antara lain: c. alat berat antara lain: bulldozer, traktor, mesin gilas (stoomwaltz), forklift, loader, exvacator, dan crane”. UU LLAJ menempatkan alat berat sebagai kendaraan bermotor dan disamakan alat berat dengan kendaraan bermotor berdampak pada akhirnya para pemohon tidak dapat bekerja.
Menurut Pemohon, alat berat jika dilihat dari fungsinya merupakan alat produksi. Berbeda dengan kendaraan bermotor yang berfungsi sebagai moda transportasi baik barang maupun orang. Dengan kata lain, secara fungsional, alat berat tidak akan pernah berubah fungsi menjadi moda transportasi barang maupun orang. Para Pemohon memiliki dan/atau mengelola alat-alat berat berupa antara lain: crane, mesin gilas (stoomwaltz), excavator, vibrator, dump truck, wheel loader, bulldozer, tractor, forklift, dan batching plant yang digunakan melakukan aktivitas usahanya. Dengan menyamaratakan antara alat berat dengan kendaraan bermotor maka alat berat diharuskan mengikuti uji tipe dan uji berkala seperti halnya kendaraan bermotor. Pemohon berpendapat, persyaratan uji tipe dan uji berkala sebagaimana diatur dalam ketentuan tersebut tidak mungkin dan tidak pernah dapat dipenuhi oleh alat berat karena karakteristik alat berat tidak pernah sama dengan kendaraan bermotor. Alat berat diharuskan memiliki perlengkapan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam UU LLAJ, padahal alat berat yang dimiliki para Pemohon tidak memiliki alat pendongkrak dan pembuka roda dikarenakan alat berat tidak memiliki ban. Selain itu, alat berat juga harus diregistrasikan dan diidentifikasi seperti halnya kendaraan bermotor sebagaimana diatur dalam Pasal 64 UU LLAJ yang pada pokoknya kendaraan bermotor diharuskan diregistrasi guna mendapatkan sertifikat uji tipe, padahal alat berat tidak dapat dilakukan uji tipe. (Lulu Anjarsari)