Mahkamah Konstitusi mengabulkan penarikan kembali permohonan Pemohon pengujian Pasal 51 ayat (1) huruf k, Pasal 51 ayat (2) huruf h dan huruf i serta Pasal 58 ayat (2) huruf h UU No. 8/2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD (UU Legislatif) - No. 14/PUU-XIII/2015 pada sidang pengucapan ketetapan MK, Rabu (18/2) sore. “Mengabulkan penarikan kembali permohonan Pemohon,” demikian diucapkan Ketua MK Arief Hidayat yang didampingi para hakim konstitusi lainnya.
Mahkamah Konstitusi telah menerima permohonan bertanggal 20 Oktober 2014 dari Fathul Hadie Utsman dan Fatahillah yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi pada 18 Desember 2014. Terhadap permohonan tersebut, Mahkamah Konstitusi telah menerbitkan Ketetapan Ketua Mahkamah Konstitusi tentang Penetapan Panel Hakim untuk memeriksa Permohonan No. 14/PUU-XIII/2015 bertanggal 19 Januari 2015.
Bahwa pada 9 Februari 2015 Mahkamah telah menerima permohonan penarikan kembali permohonan yang ditandatangani oleh Pemohon. Terhadap penarikan kembali permohonan tersebut, Rapat Pleno Permusyawaratan Hakim pada Selasa, 17 Februari 2015 menetapkan bahwa penarikan kembali permohonan tersebut beralasan menurut hukum.
Berdasarkan Pasal 35 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 8/2011 tentang Perubahan atas UU No. 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi, ”Pemohon dapat menarik kembali Permohonan sebelum atau selama pemeriksaan Mahkamah Konstitusi dilakukan”, dan ”Penarikan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Permohonan tidak dapat diajukan kembali”.
Dalam sidang pendahuluan, Pemohon mendalilkan bahwa berlakunya pasal-pasal atau muatan pasal-pasal dalam UU No. 8/2012 bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 karena dengan diberhentikannya Pemohon untuk dapat mencalonkan diri menjadi calon angota legislatif dan kepala daerah, maka pegawai negeri sipil dapat diberhentikan secara tidak hormat dari pekerjaan sebagai pegawai negeri sipil (PNS) dan tidak memperoleh gaji lagi dari instansi bersangkutan;
Menurut Pemohon, berlakunya pasal-pasal atau muatan pasal-pasal dalam UU No. 8/ 2012 bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 karena ditegaskan dalam UU a quo tersebut bahwa seorang PNS dapat menjadi pejabat negara, dan apabila seorang PNS menjadi pejabat negara maka, harus mengundurkan diri sementara dari PNS, dan apabila hal tersebut tidak dilakukan maka akan diberhentikan dengan tidak hormat dari pekerjaannya sebagai PNS.
Selain itu, menurut Pemohon, berlakunya pasal-pasal atau muatan pasal-pasal dalam UU No. 8/2012, Pemohon tidak dapat mendorong sebagian PNS, TNI, dan Polri yang berkualitas dan berkompeten untuk mencalonkan diri sebagai pejabat negara, sebab apabila mencalonkan diri sebagai pejabat negara akan diberhentikan dengan tidak hormat dari pekerjaannya sebagai PNS, TNI dan Polri.
Masih menurut Pemohon, berlakunya pasal-pasal atau muatan pasal-pasal dalam UU No. 8/2012 merugikan hak-haknya yaitu hak untuk bekerja, dan hak untuk memperoleh kepastian hukum, karena terdapat dua norma hukum yang saling bertentangan. Di satu sisi PNS diperbolehkan menjadi pejabat negara, tetapi di sisi lain PNS yang mencalonkan diri menjadi pejabat negara atau menjadi anggota partai politik akan diberhentikan dengan tidak hormat dari pekerjaannya sebagai PNS. (Nano Tresna Arfana)