Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang permohonan uji Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselesihan Hubungan Industrial (UU PPHI) dengan agenda perbaikan permohonan, pada Selasa (17/2) siang. Perkara yang teregistrasi dengan Nomor 20/PUU-XII/2015 ini diajukan oleh beberapa orang buruh, yakni Khair Mufti, Agus Humaedi Abdillah, Muhammad Hafidz, Chairul Eillen Kurniawan, Ali Imron Susanto, Mohamad Robin, Riyanto, Havidh Sukendro dan Wawan Suryawan. Dalam sidang kali ini, Para Pemohon yang diwakili oleh Muhammad Hafidz, menyatakan sudah memperbaiki permohonan sebagaimana saran Majelis pada sidang sebelumnya. Salah perbaikannya adalah penarikan uji formil terhadap undang-undang a quo.
“Terkait pengujian formil yang diajukan oleh para Pemohon, maka dalam perbaikan permohonan telah tidak lagi memuat permohonan pengujian formil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, serta tidak pula memuat petitum pengujian formil tersebut,” papar Hafidz di hadapan Majelis Panel yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Anwar Usman.
Lebih lanjut, Hafidz menyatakan telah melakukan sistematisasi terhadap kedudukan hukum Pemohon. Menurut Hafidz, perbaikan juga telah dilakukan terhadap pertanyaan kapan kerugian konstitusional itu terjadi dan letak kerugiannya konstitusional.
Selain itu, terkait dengan saran untuk melakukan sinkronisasi antara posita dengan petitum, Hafidz menyatakan telah menguraikan beberapa rumusan dan argumentasi yang baru. Menurutnya, praktik hukum yang diatur dalam Pasal 110 UU a quo adalah praktik hukum acara perdata, yang diterapkan untuk memeriksa dan mengadili sengketa dengan pengajuan permohonan atau gugatan voluntair. Untuk itu, Hafidz berpendapat penggunaan gugatan contentiosa sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 81 UU a quo adalah tidak tepat jika digunakan untuk penyelesaian perselisihan mengenai pemutusan hubungan kerja. Adapun ketentuan Pasal 81 UU a quo menyatakan:
Gugatan perselisihan hubungan industrial diajukan kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat pekerja/buruh bekerja.
“Sehingga menjadi tidak tepat apabila penyelesaian perselisihan hubungan industrial, khususnya perselisihan mengenai pemutusan hubungan kerja diajukan dengan gugatan contentiosa” papar Hafidz. Untuk itu, Hafidz meminta kepada Majelis agar ketentuan Pasal 81 dimaknai kecuali bagi perselisihan mengenai pemutusan hubungan kerja.
Di akhir persidangan, karena adanya penarikan uji formil, Hakim Konstitusi Anwar Usman sempat menanyakan bukti-bukti yang diajukan oleh Pemohon. “Buktinya ini mulai dari P-1 sampai P-16, ya. Tetapi, ini untuk bukti P-13 dan bukti P-14, ini belum diterima oleh Kepaniteraan. Kan diubah itu ya.” Kata Anwar Usman, yang juga menjabat Wakil Ketua MK. Menjawab pertanyaan itu, Pemohon menyatakan akan melakukan renvoi terhadap bukti-bukti yang diajukan.
Selanjutnya, Hakim Konstitusi Anwar Usman menyampaikan kepada Pemohon bahwa Majelis Panel akan menyampaikan hasil sidang pendahuluan dan perbaikan ke Rapat Permusyawaratan Hakim. (Triya IR)