Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perbaikan permohonan Pemohon pengujian Undang-Undang No. 8/1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (PUU KUHAP) yang diajukan oleh Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia dan juga Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia, berlangsung diruang pleno MK, pada Senin (16/2).
Dalam perbaikannya, Pemohon yang diwakili kuasa hukumnya Hariadi Yahya mengatakan bahwa pemohon tetap sama dengan permohonan semula. “Terima kasih, Yang Mulia. Dalam kesempatan ini kami ingin menyampaikan bahwa kami mempertahankan tetap dalil-dalil kami semula karena putusan dimaksud Pasal 268 ayat (1) KUHAP sudah merupakan kepastian hukum yang juga adalah putusan hukuman mati, demikian,” ujar Hariadi dalam sidang yang teregister dengan nomor perkara 17/PUU-VIII/2015.
Oleh karena itu, Ketua Panel Hakim Konstitusi Aswanto langsung mengesahkan bukti yang diajukan oleh Pemohon. “Karena tetap pada permohonan semula kan berarti tidak perlu lagi dipresentasikan. Nah, kalau begitu kita sahkan alat bukti saja. Ini Pemohon memasukkan P-1 sampai P-7, ya?” tegas Aswanto dengan mengetok palu yang mengesahkan bukti tersebut.
Sebelumnya, seperti diketahui bahwa Pemohon menggugat berlakunya Pasal 268 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Bunyi norma tersebut yakni, “Permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan tidak menangguhkan maupun menghentikan pelaksanaan dari putusan tersebut”.
Oleh karena itu, Pemohon menginginkan arti yang diperluas bahwa PK tidak menghalangi eksekusi itu termasuk juga untuk pelaksanaan hukuman mati. Dan ini karena kami juga me-refer, mengadopsi atau mendalilkan, mendasarkan pada putusan-putusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya yang menolak tentang penghapusan tentang hukuman mati dan kami juga sebutkan beberapa Putusan Nomor 065/PUU-II/2004 dan juga Putusan Nomor 2, 3/PUU-V/2007, dan Putusan PUU Nomor 15/PUU-X/2012. (Panji)