Jakarta - Mahkamah Agung (MA) menolak secara halus mengadili sengketa pilkada dan mengembalikan lagi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hal itu disampaikan pimpinan MA saat menerima Komisi II DPR, pagi ini.
Menurut pakar hukum pemerintahan daerah Prof M Fauzan, sengketa pilkada lebih tepat diadili di MA, dibandingkan di MK. "Kalau saya berpendapat lebih tepat di MA, tapi dengan beberapa catatan," kata M Fauzan saat berbincang dengan detikcom, Rabu (11/2/2015).
Menurut guru besar Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto ini, kewenangan MA mengadili ini harus diiringi dengan pembuatan hukum acara yang khusus. Yaitu proses sengketa pilkada di MA harus bersifat cepat dan putusannya final.
"Jangan sampai yang berlaku di sengketa pilkada seperti hukum acara pidana atau perdata yang hukum acaranya berjalan lama. Harus dibuat yang cepat sehingga tidak menimbulkan kekosongan kekuasaan di daerah," kata M Fauzan.
Dalam jangka panjang, bisa juga dipikirkan membuat peradilan ad hoc sengketa pilkada seperti pengadilan hubungan industrial. Meski ad hoc, tetap di bawah pengawasan dan pembinaan MA sesuai dengan amanat UUD 1945.
"Ini semua tergantung politik hukum negara kita," ujar M Fauzan.
Hal serupa juga diutarakan pengamat hukum tata negara Dr Bayu Dwi Anggono. Menurutnya, kewenangan MK sudah diatur secara limitatif dalam Pasal 24C UUD 1945 yaitu mengadili judicial review UU, sengketa kewenangan lembaga negara, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Alhasil sengketa pilkada dinilai lebih tepat ditangani MA.
"Yang harus dilakukan oleh MA adalah mencari cara untuk efektif melaksanakan tugas tersebut. Salah satunya melalui kamar khusus atau saat ini melalui model UU Pilkada yang memberikan wewenang kepada Pengadilan Tinggi," papar Bayu.
Berdasarkan aturan baru, sengketa pilkada ini diberikan kepada 4 Pengadilan Tata Usaha Negara di Indonesia dan banding di MA dengan sifat final dan berkekuatan hukum tetap. Bayu menyayangkan sikap MA yang menolak mengadili dengan alasan perkara yang ditangani sudah banyak.
"Jangan dengan alasan sudah banyak perkara dan kemudian melimpahkannya ke MK," ujar Bayu.
Sengketa pilkada selalu menyisakan kegaduhan politik hingga permainan kotor. MA awalnya disebut-sebut bermain perkara, lalu penyelasaian sengketa dipindahkan ke MK. Namun Ketua MK Akil Mochtar malah jualan putusan sengketa pilkada dan buntutnya MK menutup pintu mengadili sengketa pilkada. Lantas Perppu Pilkada mengembalikan lagi sengketa pilkada ke MA.
Dalam pertemuan dengan Komisi II DPR pagi ini, MA menyarankan kepada DPR agar membuat UU baru yang menyatakan pilkada dapat diadili kembali di MK.
"Kita menyarankan agar pilkada dikembalikan lagi ke MK dan Komisi II menampung saran dari kita," ujar jubir MA, hakim agung Dr Suhadi.
Sumber: http://news.detik.com/read/2015/02/11/165716/2830269/10/2/saling-lempar-bola-panas-ma-lebih-tepat-adili-sengketa-pilkada