100 orang mahasiswa Univeritas Pendidikan Indonesia Bandung melakukan kunjungan studi ke Mahkamah Konstitusi, Rabu (11/02), untuk mengetahui lebih fungsi dan peran MK serta sistem hukum tata negara di Indonesia.
Peneliti pada Mahkamah Konstitusi, Abdul Ghoffar, yang menerima para peserta kunjungan studi tersebut memberikan penjelasan kepada para mahasiswa bahwa jika berbicara mengenai konstitusi maka tidak dapat lepas dari Pancasila. Dijelaskan Ghoffar, MK memiliki kewenangan untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, menyelesaikan sengketa kewenangan antar lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, pembubaran partai politik, memutus perselisihan hasil pemilihan umum, dan kewajiban memberikan pendapat atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran.
Berbicara soal pemakzulan, dikatakan olehnya selama ini pemakzulan presiden selalu dilakukan dalam koridor politik, mulai dari Sukarno, Suharto, Habibi, dan Gus Dur, padahal presiden dan wakil presiden merupakan warga negara istimewa yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar. Menurutnya, meski ada dugaan melakukan pelanggaran pidana, maka presiden/wakil presiden harus diturunkan dulu menjadi warga negara biasa, baru dapat diproses secara pidana.
Selanjutnya Ghoffar mengatakan, MK hadir karena adanya ketidakstabilan politik, seperti permainan politik dalam pembahasan suatu Rancangan Undang-Undang (RUU), yang terjadi pada beberapa waktu lalu. Menurut Ghoffar, demokrasi yang dianut Indonesia juga memiliki cacat bawaan, yang dapat menyebabkan tirani mayoritas. Ketika kepentingan mayoritas disahkan dalam proses legislasi, maka untuk mengimbanginya diperlukan nomokrasi, yaitu kedaulatan hukum.
Selain itu dikatakan oleh Ghoffar bahwa putusan MK sebenarnya adalah konstitusi itu sendiri, sebagai penafsir akhir dari Undang-Undang Dasar, sementara Undang-Undang merupakan tafsir awal dari pembentuk Undang-Undang. Terhadap putusan MK yang dinilai masyarakat tidak konsisten, Ghoffar mengatakan hal itu merupakan kewajaran sebagai wujud konstitusi yang hidup, dimana konstitusi dapat menyesuaikan perubahan yang terjadi di masyarakat. Menurutnya hal itu juga terkait dengan MK sebagai lembaga peradilan yang hadir untuk melindungi masyarakat, meski secara konsep pengadilan tidak bertanggungjawab kepada masyarakat, tapi bertanggung jawab kepada Tuhan.
Dalam sesi tanya jawab, para mahasiswa menanyakan sejumlah persoalan terkait dengan putusan MK, antara lain adalah terkait dengan putusan Peninjauan Kembali yang dapat diajukan lebih dari satu kali. Terhadap pertanyaan itu Ghoffar menjelaskan, ketika berbicara membahas hukum materi, maka kita berbicara kepastian hukum, tapi secara substansi ada keadilan, hal itu yang terus dikejar oleh pemohon dalam perkara itu, Antasari Azhar. Menurutnya, PK tidak menghalangi pelaksanaan hukuman yang dijalani Antasari Azhar, bahkan pada faktanya Antasari tetap menjalani hukuman pidana 18 tahun. Dijelaskan Ghoffar, dalam konsep pidana sebagai bentuk kehati-hatian, ada prinsip lebih baik membebaskan 1000 orang yang bersalah dari pada menghukum satu orang yang tidak bersalah. Ghoffar mengatakan, sebagai bentuk kehati-hatian, PK hanya dapat diajukan jika ada novum atau bukti baru.
Menjawab pertanyaan mengenai putusan MK dalam UU Organisasi Masyarakat (UU Ormas), dalam pertimbangannya MK menilai UU tersebut membatasi masyarakat untuk berserikat dan berkumpul. Sementara terhadap pertanyaan mahasiswa tentang prospek MK di masa yang akan datang, Ghoffar menyatakan MK memiliki peran strategis untuk menyeimbangkan antara kekuatan rakyat dan kekuatan negara. Dalam akhir pemaparannya Ghoffar menegaskan bahwa MK tetap mendukung pembarantasan korupsi yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Ketua MK yang lalu pernah ditangkap oleh KPK.
Usai menerima penjelasan singkat, para mahasiswa berkesempatan melakukan kunjungan ke Pusat Sejarah Konstitusi, yang terletak di lantai 5 dan 6 Gedung Mahkamah Konstitusi.