Teringat pada saat saya menjadi salah satu kuasa hukum dalam perkara PUU/PHPU di Mmahkamah Konstitusi (MK), cukup mata kepala ini tercengang dengan designer tempat yang begitu mewah serta jajaran Hakim Mahkamah Konstitusi yang begitu berwibawa dalam memeriksa perkara. Bahkan alat peraga serta fasilitas yang dimiliki sangat jauh berbeda di peradilan-peradilan umum lainnya.
Betapa bangganya kita selaku pengacara bisa beradu argumentasi dengan para hakim yang notabenenya berangkat dari berbagai disiplin keilmuan serta jabatan yang cukup bombastis, tidak hanya itu secara keilmuan cukup mumpuni dalam membuat terobosan hukum (rechfinding).
Namun saat bersidang, sontak perasaan ini tercengang ketika begitu rapuhnya permohonan yang kita ajukan di pretele satu persatu oleh Hakim Konstitusi, dan pada saat itulah kita sebagai Lawyer diuji dalam perbedaan cara pandang dalam menilai frasa ataupun dalil-dalil permasalahan yang kita sampaikan dalam perkara di Mahkamah Konstitusi.
“ Saudara Pemohon… siapa saja yang hadir dalam persidangan hari ini,” ucap Hakim Konstitusi, saat menanyakan kami para Pemohon/Kuasanya untuk menjelaskan siapa saja yang hadir dalam persidangan. Dengan bahasa agak gugup dengan menggunakan microfhon, dengan sigap Kuasa Hukum menjawab pertanyaan Hakim Konstitusi.
Cerita ini membayangkan betapa Mahkamah Konstitusi ( MK ), memiliki kewibawaan besar dalam mengambil sebuah keputusan perkara konstitusional yang memiliki putusan final dan mengikat. Harapan besar dari balik putusan Mahkamah Konstitusi memberikan warna tersendiri bagi kelompok yang memiliki kepentingan dalam menguji persoalan yang mereka sampaikan dalam kondisi antara menang dan kalah. Hal itu tercermin pada saat terjadi Permohonan Gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) oleh pasangan Prabowo-Hatta.
Hiruk pikuk opini pro kontra terhadap permohonan tersebut menambah keyakinan kita betapa Mahkamah Konstitusi memiliki ruang peradilan yang begitu besar dalam Hukum Ketatanegaraan kita. Bukti, para Saksi, dan Ahli dihadirkan oleh ketiga kubu yang berseteru. Disitulah diuji seluruh kemampuan para akademisi maupun para lawyer untuk membuktikan dan memberikan keyakinan kepada hakim konstitusi telah terjadi kecurangan yang begitu masif, struktur, dan sistematis.
Merujuk persoalan Perselisihan Pemilu 2014 oleh pasangan Prabowo-Hatta yang pada akhirnya di menangkan oleh pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK), tentu ini menjadi pelajaran besar bangsa dimana perkara perselisihan pemilu presiden yang di ikuti dua pasang calon di uji dalam posisi lawan dan kawan, tarik ulur opini yang terus berkembang dibalik perselisihan pasca pemilu menimbulkan pemahaman yang berbeda-beda dikalangan masyarakat Indonesia. Perdebatan dari ruang persidangan Mahkamah Konstitusi membawa aura negatif sampai kepolosok pulau negeri ini, mereka bergunjing dari warung kopi jalanan sampai dengan rumah makan dan perkantoran elite.
Dan perdebatan itupun menjadi asumsi negatif dan positif dalam ruang berbincangan yang tak kunjung selesai dikalangan masyarakat, sehingga banyak diantara para keluarga terjadi keributan internal demi mempertahankan argumentasi mereka masing-masing.
Persoalan asumsi hukum yang diterima oleh kalangan bawah dengan asumsi yang utuh atau mentah akan sangat berefek pada distabilitas negara, karena masyarakat dalam menilai masalah perselisihan pemilihan presiden bukan menilai cara pandang secara normatif semata ( asumsi hukum ) tapi bicara diluar nalar logika. Dimana ketika nalar logika itu di imbangi oleh perasaan kecewa maka yang timbul adalah anarkisme serta menolak argumentasi apapun walau itu benar adanya.
Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi memiliki arti besar untuk melakukan rekontruksi mental masyarakat dalam memupuk kebersamaan yang secara tidak langsung telah terjadi perpecahan diantara dua kubu, dalam kondisi demikian peran penting pemerintah, tokoh agama, tokoh adat, ataupun mereka yang memiliki central figur harus mampu membantu pemerintah untuk menjernihkan negatifisme dalam kacamata pikiran masyarakat, dengan memberikan pemahaman untuk lebih menerima putusan Hakim Konstitusi sebagai lembaga negara yang memiliki obyektifitas dan kemampuan untuk memutus persoalan perselisihan dalam perkara PHPU ataupun PUU.
Kita semua harus menyakini bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa pemilihan Presiden yang telah diputus merupakan representatif dari masyarakat keadilan yang diwakili oleh Mahkamah Konstitusi. Sehingga keputusan apapun yang telah dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi harus kita jaga dan kita hormati sebagai bagian dari keputusan kita bersama.
Tugas Kita hari ini adalah bagaimana kita mampu mengawal semua kebijakan-kebijakan yang akan diambil oleh Founding Father dengan cara mengkritisi kebijakan itu dengan CERMAT, TELITI dan KRITIS. Apakah kebijakan tersebut masih dalam koridor kepentingan bersama ataukah hanyalah kepentingan perseorang, ataupun kelompok. Hal ini lebih penting ketimbang kita masih berdebat pada persoalan menang atau kalah, karena hakikatnya kemenangan hanyalah milik Tuhan dan kekalahan adalah bagian dari keseimbangan ciptaannya.
Masyarakat sudah saatnya kembali dengan cara berfikir lokal menuju nasional, dimana mereka punya mata untuk menilai para wakilnya yang telah dilantik beberapa minggu lalu, agar bekerja secara maksimal dalam mengawal anggaran dalam ruang kontrol yang lebih baik dalam merumuskan kebijakan program-program daerah yang sifatnya kearifan lokal menuju rakyat sejahtera.
Perdebatan pendapat pasca putusan Mahkamah Konstitusi, kita berharap tanpa meninggalkan bekas apapun baik itu dendam pribadi, kelompok ataupun cara-cara inskonstitusional dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Mari kita bangun kembali kebersamaan yang telah rapuh dari mulai Pemilihan Legislatif, Pilpres, sampai pasca Pilpres, untuk duduk bersama menjaga stabilitas negeri yang amat kita cintai ini, dalam rangka mewujudkan negeri yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan.
Wujud tersebut tidak akan bisa tercipta kalau diantara sesama bangsa saling menghujat serta mencari kelemahan satu dengan lainnya hanya demi kekuasaan dan kepentingan belaka tanpa menghiraukan dampak yang ditimbulkan bagi keberlangsungan hidup masyarakat serta anak-anak bangsa yang menunggu perubahan dari balik tirai keputusan Mahkamah Konstitusi, semoga putusan mahkamah konstitusi memberikan arti penting bagi kemakmuran, kesejahteraan, dan bukan malah sebaliknya memberikan dampak buruk bagi keberlangsungan hidup masyarakat.
(Moh. Sulaiman SH., Pengurus Lembaga Peyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama LPBH-PBNU)