Dosen dan Mahasiswa Magister Hukum Universitas Bandar Lampung kunjungi Mahkamah Konstitusi (MK), pada Senin (9/2) sore di Aula Gedung Mahkamah Konstitusi. Kunjungan yang diikuti oleh sekitar enam puluhan mahasiswa dan dosen tersebut diterima oleh Peneliti MK, Nallom Kurniawan.
Dalam kunjungan tersebut, Nallom Kurniawan menyampaikan materi terkait dengan sejarah MK, proses perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) dan kelahiran MK. Nallom menyatakan pembentuk UUD 1945 pada masa kemerdekaan Indoneisa berpikir bahwa harus ada keseimbangan antara prinsip kedaulatan rakyat dan kedaulatan hukum, yang saat ini disebut sebagai negara demokrasi yang berdasarkan hukum. Kemudian, Perubahan UUD 1945 yang berlangsung pada masa reformasi juga telah membawa implikasi terhadap struktur tata negara, dan masih banyak yang lainnya.
Terkait dengan perubahan UUD 1945, Nallom mengungkapkan bahwa memang masih ada yang menganggap itu tabu, namun apabila merujuk pada beberapa negara di dunia, misalnya Negara Amerika, sudah berkali-kali melakukan perubahan. “Hukum memang tidak bisa dipaksakan untuk tetap berada pada teksnya, padahal konteksnya sudah berubah,” ungkap Nallom.
Adapun mengenai proses kelahiran MK, Nallom menyatakan bahwa kelahiran MK adalah akibat dari perubahan Pasal 24 UUD 1945. Sebelum perubahan, bagian tentang kekuasaan kehakiman ini hanya terdapat dua norma. Namun setelah perubahan, Pasal 24 bertambah menjadi tiga norma yang mana pada bagian inilah yang menjadi landasan lahirnya MK. “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi, inilah yang menjadi landasan lahirnya Mahkamah Konstitusi,” ujar Nallom mengutip Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 setelah perubahan.
Dalam sesi tanya jawab, secara bergiliran peserta diskusi yang merupakan mahasiswa jenjang Magister Hukum itu mengajukan pertanyaan. Zulkardiana mengajukan pertanyaan terkait dengan kedudukan ultra petita dalam putusan MK. “Terkait kedudukan ultra petita dalam setiap putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi, terkadang, bahkan masyarakat awam saja, kita yang sedang belajar di Fakultas Hukum merasa ada inkonsistensi dari setiap putusan Mahkamah Konstitusi,” ungkap Zulkardiana. Menanggapi pertanyaan itu, Nallom menyatakan bahwa lahirnya pemikiran tentang pengujian undang-undang itu justru dari ultra petita.
Selanjutnya, menjawab pertanyaan salah seorang mahasiswa mengenai kewenangan pembubaran partai politik, Nallom manyatakan bahwa selama ini MK belum pernah menangani pembubaran partai politik. “Ada dua kewenangan yang sampai hari ini tidak dijalankan oleh MK, karena memang tidak ada permohonannya. Satu adalah pembubaran partai politik, dan kemudian yang kedua, mudah-mudahan tidak pernah ada, yaitu impeachment”, kata Nallom.
Usai mengikuti ceramah singkat, salah seroang mahasiswa, Aditya Tejo, menyatakan bahwa tujuan kegiatan ini agar lebih mengakrabkan mahasiswa dengan dengan MK, sehingga mahasiswa lebih paham lagi dengan MK. “Intinya lebih paham lagilah dengan MK dan situasi MK,” ungkap Aditya Tejo, ketua kelompok mahasiswa. (Triya IR)