Serikat Pekerja Pertamina yang menguji Pasal 1 angka 8, angka 9, angka 10, angka 11, dan angka 12, serta Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara memperbaiki permohonannya. Perbaikan permohonan antara lain mempertajam dalil dan memperkuat kedudukan hukum.
“Mengenai materi, Yang Mulia, telah beberapa kami perbaiki untuk mempertajam dalil-dalil kami. Kemudian, mengenai legal standing juga telah kami perbaiki sebagaimana anjuran Majelis Hakim pada Sidang Pendahuluan, Yang Mulia,” ujar Kuasa Hukum Pemohon Arif Suherman di ruang sidang MK, Jakarta, Selasa (3/2).
Lebih lanjut, pemohon juga mengubah pengujian Pasal 1 UU Peradilan TUN dengan hanya menguji Pasal 1 angka 8. Susunan pemohon juga diperbaiki, yakni Pemohon I dan Pemohon II yang awalnya mewakili pribadi, menjadi mewakili Serikat Pekerja Pertamina seluruh Indonesia. Pemohon juga melampirkan 10 alat bukti yang disahkan oleh Majelis Hakim dengan Patrialis Akbar sebagai ketua. Namun, Majelis Hakim meminta pemohon untuk melampirkan bukti tambahan, yakni bukti putusan banding ya, Perkara Nomor 135/GTUN/2005 Jakarta. “Kami akan tunggu itu (buktinya). Kalau misalnya dalam dua hari enggak ada, berarti bukti itu sulit untuk kita pertimbangkan untuk RPH. Jadi, akan merugikan Pemohon, ya,” imbuhnya.
Sebelumnya, Serikat Pekerja Pertamina menilai Pasal 1 angka 8, angka 9, angka 10, angkat 11, dan angka 12 UU Peradilan Tata Usaha Negara sepanjang frasa pejabat atau tata usaha negara bertentangan dengan Konstitusi sepanjang tidak dimaknai secara luas termasuk keputusan Direktur badan usaha milik negara seperti PT. Pertamina Persero yang mengelola perekonomian negara dalam sektor minyak dan gas bumi dan badan usaha milik negara lainnya.
Pemohon juga meminta MK menyatakan Pasal 53 ayat (1) UU Peradilan Tata Usaha Negara sepanjang frasa orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan bertentangan dengan Konstitusi sepanjang tidak dimaknai secara luas meliputi pihak ketiga yang merasa kepentinganya dirugikan baik secara langsung maupun tidak langsung seperti serikat pekerja. (Lulu Hanifah)