Pemohon pengujian UU No. 20/1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan UU No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas) - Perkara No. 4/PUU-XIII/2015 - telah memperbaiki permohonannya sesuai saran Majelis Hakim Konstitusi pada sidang pendahuluan.
“Kami sudah memperbaiki permohonan sesuai saran Yang Mulia pada sidang sebelumnya,” ujar kuasa hukum Pemohon, Muhammad Sentot kepada Ketua Panel, Anwar Usman pada sidang perbaikan permohonan uji UU PNBP dan UU Migas, Selasa (3/2) siang.
“Baik, silahkan Saudara sampaikan pokok-pokok permohonan yang telah diperbaiki,” kata Ketua Panel, Anwar Usman yang didampingi Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams dan Hakim Konstitusi Suhartoyo.
Muhammad Sentot menyampaikan sejumlah perbaikan, di antaranya mengganti frasa permohonan maupun frasa petitum. Kemudian Pemohon juga mempertimbangkan permohonan konstitusional bersyarat. “Terkait hal ini, posita yang terakhir sudah kami hilangkan. Selain itu kami mempersingkat petitum dari 12 poin menjadi 4 poin, Yang Mulia,” ucap Sentot.
Selanjutnya Majelis Hakim mengesahkan bukti-bukti Pemohon dari P-1 sampai P-14. “Dengan demikian sudah lengkap dan dinyatakan sah. Selanjutnya hasil sidang Majelis Panel ini akan kami sampaikan ke Rapat Permusyawaratan Hakim, untuk memutuskan apakah perkara ini cukup sampai Panel atau diteruskan ke Pleno,” urai Anwar Usman.
Pada sidang pemeriksaan pendahuluan, Pemohon dalam hal ini Bukhari sebagai Direktur Utama PT. Gresik Migas, menilai Pasal 2 ayat (3) frasa “ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah” dan Pasal 3 ayat (2) frasa “ditetapkan dalam Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah” UU No. 20/1997 bertentangan Pasal 23A UUD 1945. Karena pemerintah atas perintah UU No. 20/1997 menerbitkan Peraturan Pemerintah yang mewajibkan Pemohon membayar sejumlah iuran setiap bulannya kepada BPH Migas.
Selain itu menurut Pemohon, Pasal 2 ayat (3) frasa “ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah” dan Pasal 3 ayat (2) frasa “ditetapkan dalam Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah” UU No. 20/1997 bertentangan dengan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945. Karena hingga saat ini Pemohon sebagai entitas yang taat hukum harus membayar sejumlah iuran kepada BPH Migas berdasaran Peraturan Pemerintah-Iuran. Terhadap Pasal 48 ayat (2) pada frasa “sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku” dan Pasal 49 pada frasa “dan Pasal 48” UU No. 22/2001, Pemohon berpendapat, hal tersebut bersifat multi interpretatif, melanggar asas lex certa/asas kejelasan rumus dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dan bertentangan dengan Pasal 23A, Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945. (Nano Tresna Arfana)