Mahkamah menyatakan menolak permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan (UU Lambang Negara) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang diajukan oleh Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK), serta dua warga negara indonesia yakni, Erwin Agustian dan Eko Santoso.
”Amar Putusan, menyatakan, mengadili, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ucap ketua MK Arief Hidayat dalam sidang putusan perkara No. 66/PUU-XII/2014 di ruang Pleno MK, pada Rabu (28/01).
Dalam pendapatnya, Mahkamah menilai dalil permohonan Pemohon sama dengan permohonan sebelumnya yakni perkara No. 4/PUU-X/2012 yang diputus pada Januari 2013 lalu. Dalam putusannya kala itu, MK menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya yang mana pada pertimbangannya Mahkamah menegaskan bahwa negara memiliki alasan konstitusional untuk mengatur secara berbeda terhadap identitas tertentu yang dipilih menjadi Lambang Negara agar tidak menimbulkan kerancuan terhadap identitas (lambang) negara itu sendiri.
Selain itu, menurut Mahkamah dalam permohonannya para Pemohon hanya mempermasalahkan dikenainya sanksi pidana atau denda bagi setiap orang yang “membuat lambang untuk perseorangan” yang “menyerupai Lambang Negara”, dan tidak mempermasalahkan norma pidana itu sendiri. Dengan demikian, Mahkamah berpendapat frasa “membuat lambang untuk perseorangan” dan frasa “menyerupai lambang negara” yang termuat dalam Undang-Undang tersebut tidak bertentangan dengan konstitusi. Oleh karena itu, permohonan para Pemohon tidak beralasan menurut hukum.
Sebelumnya, Pemohon mendalilkan frasa “membuat lambang untuk perseorangan” dan frasa “menyerupai Lambang Negara” yang terdapat dalam Pasal 57 huruf c dan Pasal 69 huruf b UU Lambang Negara tidak memiliki pembatasan maupun penjelasan, serta menghalangi kreativitas dan upaya memajukan diri warga negara dalam membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. (panji erawan)