Aturan tentang pengisian anggota DPRD daerah pemekaran yang tertuang dalam Pasal 158 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) dinilai merugikan Pemohon yang merupakan partai politik dan calon anggota DPRD Kabupaten Muara Enim, Sumatra Selatan.
Diwakili Kuasa Hukum Ahmad Irawan, Pemohon yang terdiri dari Partai Hati Nurani Rakyat (Partai Hanura). Partai Amanat Nasional (PAN), serta calon anggota DPRD Mat Suron dan Zuharman menuturkan,Pasal 158 ayat (1) huruf c UU Pemda akan mengubah komposisi partai politik yang akan mendapatkan kursi di daerah Kabupaten Muara Enim apabila dilakukan penataan kabupaten induk dan pengisian anggota DPRD di kabupaten pemekaran. Dengan adanya Bilangan Pembagi Pemilih (BPP) yang baru, maka di situlah letak ketidakpastian hukum apakah dalam hal ini akan ditentukan BPP yang baru atau tidak, padahal BPP yang lama sudah ada dan telah dilaksanakan berdasarkan Dapil masing-masing.
Irawan menambahkan, menurut UU No. 8 Tahun 2012, penataan daerah pemilihan untuk daerah pemekaran dilakukan 12 bulan sebelum penyelenggaraan pemilu. Sedangkan Kebupaten Pali yang merupakan daerah pemekaran Kabupaten Muara Enim dibentuk 15 bulan sebelum penyelenggaraan pemilu. “Sesuai dengan bunyi Pasal 158 ayat (3) UU Pemda, pengisian anggota DPRD provinsi tidak dilakukan bagi daerah kabupaten/kota yang dibentuk 12 bulan sebelum pelaksanaan pemilihan umum, maka semestinya daerah induk dalam hal ini Kabupaten Muara Enim dan daerah pemekaran Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir, daerah pemilihannya telah ditata,” jelasnya dalam sidang perkara nomor 7/PUU-XIII/2015 di ruang sidang Mahkamah Konstitusi, Jakarta. Senin (26/1).
Adanya ketentuanpenentuan BPP baru di daerah yang ditata, dalam hal ini Kabupaten Pali, Pemohon dirugikan dengan potensi kehilangan kursi di kabupaten induk. Berdasarkan hasil simulasi pemohon, Partai Hanura akan kehilangan 1 kursi di kabupaten induk, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan PAN kehilangan 1 kursi. Untuk Partai Hanura, setelah Kabupaten Pali dimekarkan atau ditata, kehilangan kursi di Kabupaten Muara Enim. “Jadi, di kabupaten induk ini jumlah kursinya tetap 45, tetapi BPP-nya berubah. Nah, maksud Pemohon adalah kalau jumlah kursinya tetap sama, tidak perlu dihitung BPP atau ditetapkan BPP baru, jadi tinggal mekanisme PAW saja langsung digantikan,” imbuhnya.
Pasal 158 ayat (1) huruf c UU Pemda menyatakan,
”Menentukan bilangan pembagi pemilih berdasarkan hasil pemilihan umum di daerah pemilihan daerah kabupaten/kota induk dan daerah kabupaten/kota yang dibentuk setelah pemilihan umum”
Oleh karena itu, dalam petitumnya, pemohon meminta MK menyatakan Pasal 158 ayat (1) huruf c UU Pemda sepanjang frasa ‘menentukan bilangan pembagi pemilih’ bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa perubahan bilangan pembagi pemilihan tidak berlaku untuk DPRD kabupaten/kota induk yang jumlah kursinya tetap sama setelah diadakan pemekaran.
Menanggapi permohonan, Majelis Hakim yang diketuai Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati menyarankan pemohon untuk memperbaiki petitumnya. “Dalam petitum, Anda merujuk ke yang mana sebenarnya? Anda ingin Mahkamah ini memberikan semacam pembatasan bahwa perubahan bilangan pembagi pemilihan tidak berlaku untuk DPRD kabupaten/kota induk yang jumlah kursinya tetap sama setelah diadakan pemekaran. Kalau Pasal 185 itu cara menentukan bilangan pembagi pemilihnya berdasarkan hasil pemilihan umum di daerah kabupaten/kota induk dan daerah kabupaten/kota yang dibentuk setelah pemilihan umum, begitu kan?” ujar Hakim Anggota I Gede Dewa Palguna. (Lulu Hanifah)