Dihadapan para mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Hakim Konstitusi Maria Farida menyampaikan materi umum seputar Hukum dan Konstitusi, Rabu (21/01) pagi. Mahkamah Konstitusi yang berdiri sejak tahun 2003, memiliki sejumlah kewenangan, salah satunya adalah menguji UU terhadap UUD 1945. Maria menjelaskan, sejauh ini Mahkamah Konstitusi telah melakukan pengujian formil dan pengujian materil terhadap materi muatan UU dan kedua-duanya dapat dikabulkan.
Pengujian formil adalah pengujian yang dilakukan berdasarkan pembentukan UU yang menitik beratkan wewenang untuk menilai apakah suatu produk legislasi telah sesuai dengan naskah akademik yang berlandaskan faktor filosofis, yuridis dan sosiologis. Sementara pengujian materil merupakan pengujian atas materi muatan UU yang berfokus pada pemeriksaan apakah suatu produk UU bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dalam hirarki peraturan perundang-undangan, dalam hal ini UUD 1945.
Lebih lanjut Maria memaparkan, jika pengujian formil dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi maka seluruh UU tersebut dianggap tidak berlaku. Namun demikian, MK tidak berwenang untuk mencabut karena kewenangan yang diberikan oleh konstitusi hanya agar MK menyatakan suatu UU bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Kewenangan untuk membatalkan UU sepenuhnya merupakan hak DPR sebagai lembaga negara pembentuk UU. “MK tidak mencabut, MK hanya dapat menyatakan UU ini bertentangan secara formal dan dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Membatalkan itu ya DPR, nanti,\\" tegasnya.
Dalam kesempatan kuliah singkat kali ini Maria juga menjelaskan definisi legal standing yang biasa digunakan di Mahkamah Konstitusi. Saat ini, legal standing atau kedudukan hukum telah diperluas dengan mengijinkan pembayar pajak untuk maju sebagai pihak yang merasa dirugikan dengan berlakunya sebuah UU. Terkait pertanyaan salah satu mahasiswa seputar dibolehkannya warga negara asing mengajukan permohonan di Mahkamah Konstitusi, Maria menolak berkomentar karena saat ini Majelis Hakim tengah menangani permohonan serupa. “Saya menolak menjawab karena masih dalam pengujian, ada yang mengajukan,” ucapnya.
Dalam perjalanannya, MK juga telah mengemban tugas sebagai positive legislator, yakni dengan mengeluarkan sebuah norma baru, contohnya pada saat MK memutuskan KTP dapat digunakan saat pemilu tahun 2009. (Julie)