Dahlan Pido selaku Pembina Yayasan Toyib Salmah Habibie menggugat UU No. 28/2004 tentang Yayasan. Dahlan merasa dirugikan hak-hak konstitusionalnya dengan berlakunya Pasal 5 ayat (2) UU Yayasan.
“Pasal tersebut menghilangkan hak Pemohon untuk mendapatkan gaji, upah atau honorarium seperti halnya pengurus yayasan lainnya,” kata Dahlan kepada Majelis Hakim Konstitusi pada sidang pemeriksaan pendahuluan uji materi UU No. 28/2004 - Perkara No. 5/PUU-XIII/2015 pada Kamis (22/1) siang.
Dalam permohonannya, Pemohon mendalilkan bahwa terdapat banyak kegiatan yayasan di Indonesia yang kegiatannya dilakukan bersama-sama dengan organ yayasan selain pengurus, yaitu pembina dan pengawas. “Ini diskriminatif. Seharusnya hak-hak pembina juga diperlakukan sama dengan pengurus, termasuk hak menerima gaji, upah dan honorarium. Karena pengurus yayasan tidak dapat bekerja sendiri tanpa dibantu organ yayasan lain seperti pembina,” jelas Dahlan.
Berdasarkan pengalaman Pemohon sebagai Pembina Yayasan Toyib Salmah Habibie, yayasan tidak dapat memberikan gaji, upah atau honorarium kepada Pemohon sebagai Pembina karena adanya ketentuan Pasal 5 ayat (2) UU No. 28/2004 tentang Perubahan atas UU No. 16/2001 tentang Yayasan. Padahal secara pelaksanaan pekerjaan, Pemohon sama dengan para pengurus lainnya di Yayasan, yang melakukan aktivitas secara rutin bersama-sama.
Pasal 5 ayat (2) UU Yayasan khususnya frasa “Pengecualian atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat ditentukan dalam anggaran dasar yayasan bahwa pengurus menerima gaji, upah, atau honorarium” bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang telah secara tegas mengatakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum.
“Bagaimanapun, hak konstitusional Pemohon yang dijamin oleh konstitusi yaitu untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun,” ujar Dahlan.
Hakim Konstitusi Patrialis Akbar menilai secara umum permohonan Pemohon sudah cukup baik. Namun ia menyarankan agar Pemohon juga melakukan uji materi terhadap Pasal 5 ayat (1) UU No. 28/2004 yang ruhnya hampir sama. “Menurut pandangan saya, Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (2) UU No. 28/2004 merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan,” ujar Patrialis.
Kemudian dalam petitum, Patrialis meminta Pemohon agar cukup menuliskan bahwa Pasal 5 ayat 2 UU No. 28/2004 bertentangan dengan UUD 1945, tidak perlu menyebutkan pasal yang jadi batu uji. “Karena kan dalam posita sudah dijelaskan,” ucap Patrialis.
Sementara itu Hakim Konstitusi Suhartoyo mengatakan, Pemohon belum menjelaskan dalam posita bahwa pembina itu bagian dari organ. “Setelah saya cermati akte pendirian yayasan, bahwa organ termasuk pembina, pengurus dan pengawas. Hal ini perlu dijelaskan karena akan menjadi pijakan Saudara bahwa Saudara menjadi bagian dari yayasan itu. Yang kemudian dimintakan persamaan kedudukannya,” tandas Suhartoyo kepada Pemohon. (Nano Tresna Arfana)