Pemohon Pengujian Pasal 1 angka 10 huruf a dan Pasal 270 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang juga terpidana kasus korupsi pengadaan tanah Pasar Induk Agrobisnis (PIA) Jemundo, Sudarto meninggal. Dengan fakta hukum tentang meninggalnya Pemohon, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan permohonan perkara No. 136/PUU-XII/2014 tersebut gugur sebab subjek permohonan hanya Sudarto seorang, tanpa ada Pemohon lainnya.
Sesuai kewajiban yang diserahkan kepada Mahkamah lewat ketentuan Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang MK, pada 18 Desember 2014 telah digelar sidang pendahuluan perkara a quo. Pada 13 Januari 2015, Mahkamah menggelar sidang kedua dengan agenda mendengarkan pokok-pokok perbaikan permohonan Pemohon. Namun, Pemohon tidak hadir.
Saat itu, hanya Sugeng Nugroho selaku kuasa hukum Pemohon yang menghadiri sidang kedua tersebut. Sugeng menyampaikan kabar bahwa Sudarto telah meninggal pada 28 Desember 2014. Untuk menguatkan keterangannya, Sugeng membawa surat kematian yang dikeluarkan Kepala Desa Sengin, Kecamatan Jombang tertanggal 30 Desember 2014.
Brdasarkan fakta hukum tersebut, Mahkamah menyatakan permohonan Pemohon gugur karena subjek permohonan a quo telah meninggal dunia. Terlebih, tidak ada subjek hukum lain selain Sudarto sehingga permohonan pengujian ketentuan pembatasan hak terdakwa dalam melakukan praperadilan terhadap putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap tersebut pantas dinyatakan gugur.
“Amar Putusan. Mengadili, menyatakan permohonan Pemohon gugur,” tukas Ketua MK, Arief Hidayat mengucapkan amar putusan Mahkamah dengan didampingi delapan Hakim Konstitusi lainnya.
Sebelumnya, Pemohon mengatakan ada penafsiran yang berbeda terhadap ketentuan pasal 270 KUHAP yang berbunyi “Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan oleh jaksa, yang untuk itu panitera mengirimkan salinan surat putusan kepadanya.” Ketentuan ini ditafsirkan oleh jaksa dengan tetap memaksakan untuk melakukan penahanan meskipun Pemohon sebagai terpidana tidak menerima salinan putusan pengadilan. Pemohon beranggapan, dengan tidak adanya salinan surat putusan maka seharusnya eksekusi terhadap pemohon tidak dapat dilaksanakan.
Selain itu, Pemohon juga menggugat ketentuan Pasal 1 angka 10 huruf a KUHAP yang berbunyi “Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undangini, tentang: Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka.” Pemohon menilai ketentuan tersebut terlalu sempit dalam memberikan batasan pengertian dan wewenang praperadilan. Dalam argumennya, Pemohon mengungkapkan ketentuan tersebut telah langkahnya untuk mengajukan upaya hukum praperadilan guna melindungi hak-hak konstitusional ang telah dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945. (Yusti Nurul Agustin)