“Tidak ada biaya untuk berperkara di Mahkamah Konstitusi, tidak satu sen pun untuk membayar dalam berperkara di Mahkamah Konstitusi,” ujar Kepala Bidang Penelitian, Pengkajian Perkara dan Perpustakaan Mahkamah Konstitusi, Wiryanto menjawab pertanyaan salah seorang mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (20/1) pagi.
Wiryanto menjelaskan, kalau berperkara di MK harus membayar berarti hal itu melanggar undang-undang. Di sisi lain Wiryanto membenarkan bahwa tak jarang untuk berperkara di MK harus mengeluarkan biaya besar. “Tetapi biayanya bukan untuk MK,” tegas Wiryanto.
Ia mencontohkan, begitu banyak pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan sidang pemilukada di MK, harus mengeluarkan biaya tak sedikit. Pemohon sidang pemilukada misalnya harus mendatangkan banyak saksi dari daerah untuk ke MK. Ada yang mendatangkan 50 saksi dari Aceh maupun Merauke, bahkan ada yang mendatangkan lebih dari 200 saksi.
Kondisi ini, kata Wiryanto, membuat biaya jadi besar. Padahal MK sebenarnya sudah menyediakan fasilitas video conference di beberapa perguruan tinggi sejumlah provinsi. Tujuannya untuk melakukan persidangan jarak jauh, sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya besar untuk datang ke Jakarta.
Selain itu ada pertanyaan terkait penanganan korupsi dan suap di MK. “Ikhtiar MK sudah mendelegasikan areal bebas korupsi untuk memberikan keyakinan kepada masyarakat bahwa di MK tidak ada praktik-praktik korupsi,” jelas Wiryanto.
“Petugas di tempat permohonan perkara MK misalnya, tidak ada seorang pun yang mau menerima uang suap. Pihak yang mau memberi banyak, tetapi tidak ada satu pun yang mau menerima. Karena MK tidak pandang bulu untuk menindak tegas mereka yang menerima suap berapa pun besarnya,” urai Wiryanto.
Kunjungan para mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta itu bertujuan untuk mengenal MK lebih jauh. Termasuk di antaranya untuk memahami kewenangan dan kewajiban yang dimiliki MK sejak dibentuk pada 13 Agustus 2003.
Oleh karena itu Wiryanto menerangkan empat kewenangan dan satu kewajiban Mahkamah Konstitusi. Kewenangan pertama MK adalah melakukan uji materi UU terhadap UUD 1945. Kewenangan lain MK adalah memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. Berikutnya, MK memiliki kewenangan memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum.
Sedangkan kewajiban MK adalah wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga melakukan pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, maupun tindak pidana lainnya. (Nano Tresna Arfana)