Sidang pemeriksaan pendahuluan uji materi UU No.2/2013 tentang Pembentukan Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur - Perkara No. 139/PUU-XII/2014 digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (15/1) pagi. Bupati Kutai Barat, Ismail Thomas (Pemohon I) dan Ketua Presidium Dewan Adat Kabupaten Kutai Barat, Yustinus Dullah (Pemohon II) mempersoalkan lampiran UU a quo berupa peta wilayah yang luas wilayahnya berbeda dengan luas wilayah dalam paragraf 7 penjelasan umum UU No.2/2013. Menurut Pemohon, hal tersebut dapat menimbulkan ketidakpastian hukum.
Pemohon melalui kuasa hukumnya, Burhan Ranreng menjelaskan bahwa perbedaan luas wilayah tersebut adalah 3.541,20 km persegi yang didapat dari selisih 18.856,20 km persegi dengan 15.315 km persegi yang terdapat di wilayah Kecamatan Long Hubung berbatasan langsung dengan Kabupaten Kutai Barat.
“Luas wilayah Kecamatan Long Hubung berdasarkan data Badan Pusat Statistik Tahun 2010 hanya seluas 530,90 km persegi. Namun pada penghitungan peta wilayah Kabupaten Mahakam Ulu sebagaimana tercantum dalam lampiran UU No.2/2013, luas Kecamatan Long Hubung adalah 4.072,10 km persegi yang didapat dari penambahan 530,90 km persegi dengan 3.541,20 km persegi,” urai Burhan yang didampingi kuasa hukum Pemohon lainnya, Ismail.
Burhan berdalih, penghitungan luas wilayah tersebut bertentangan dengan apa yang telah disepakati antara pemerintah Kabupaten Kutai Barat (induk) dengan pemerintah Kabupaten Mahakam Ulu (pemekaran) sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Rekonsiliasi Data Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Jumlah Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD) antara Kabupaten Kutai Barat dan Kabupaten Mahakam Ulu tanggal 8 Oktober 2013.
Pemohon menganggap, akibat kesalahan penghitungan luas wilayah Kecamatan Long Hubung itu, maka terjadi pengurangan wilayah Kabupaten Kutai Barat seluas 3.541,20 km persegi sehingga menimbulkan kerugian pada Dana Bagi Hasil Pertambangan Umum Tahun Anggaran 2014 serta Dana Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan Tahun Anggaran 2014.
“Selain itu, kesalahan penghitungan luas wilayah Kecamatan Long Hubung menimbulkan ketidakpastian urusan pemerintahan di kampung-kampung perbatasan serta kekacauan pengelolaan administrasi pemerintahan dan perizinan,” ungkap Burhan.
Dalil-dalil permohonan Pemohon pun ditanggapi Majelis Hakim. “Pemohon harus lebih menjelaskan bagian-bagian wilayah mana yang harus ditambah dan mana yang harus dikurangi. Penjelasan dalam lampiran hanya bersifat kira-kira. Itu kan peta, jadi kita tidak tahu mana yang ditambah dan yang dikurangi,” kata Hakim Konstitusi Muhammad Alim.
Sedangkan Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams mengkritisi bahwa Pemohon tidak menjelaskan kerugian-kerugian konstitusional apa saja yang dirasakan Pemohon. Selain itu Wahiduddin menilai permohonan yang diujikan Pemohon bukanlah norma tapi lampiran berupa gambar peta. “Seharusnya yang diuji adalah norma. Mana norma yang bertentangan dengan UUD dan sebagainya,” jelas Wahiduddin.
Sementara itu Ketua MK Arief Hidayat yang memimpin majelis panel menyarankan Pemohon agar menambah pihak lain yang mempunyai legal standing, selain Bupati Kutai Barat dan Ketua Presidium Dewan Adat Kabupaten Kutai Barat. “Misalnya, ditambah DPRD. Ini bisa menjadi bahan pertimbangan Pemohon,” ujar Arief.(Nano Tresna Arfana)