Jakarta - Mahkamah Kontitusi (MK) memiliki nakhoda baru dan komposisi 9 hakim konstitusi fresh untuk lima tahun ke depan. Manahan Sitompul hanya tinggal menghitung waktu menggantikan M Alim pada April nanti.
"Publik rasanya boleh optimis kembali akan meningkatnya kualitas putusan-putusan yang dihasilkan oleh MK," kata ahli tata negara Dr Bayu Dwi Anggono kepada detikcom, Kamis (15/1/2015).
Optimisme ini didasarkan dengan melihat komposisi hakim konstitusi yang saat ini didominasi kembali oleh kalangan akademisi perguruan tinggi sebagaimana MK generasi pertama (2003-2008), yaitu Prof Dr Arief Hidayat, Prof Dr Maria Farida Indrati, Prof Dr Aswanto dan Dr I Gede Dewa Palguna. Sementara 5 hakim lainnya terdiri dari 3 hakim dari unsur MA, 1 hakim mantan politikus dan 1 hakim mantan birokrat.
Keempat hakim dari akademisi merupakan pakar di bidang hukum. Arief merupakan guru besar Universitas Diponegoro, Semarang; Maria Farida adalah guru besar Universitas Indonesia (UI) Depok; Aswanto sebagai guru besar Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar; dan Palguna sebagai guru besar Universitas Udayana, Bali.
"Harus diakui selama beberapa waktu terakhir ini putusan-putusan MK dirasakan lebih mengedepankan pertimbangan politik praktis dibandingkan pertimbangan hukum murni," beber dosen Universitas Jember itu.
Bayu mencontohkan putusan pengujian UU 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) yang tidak memiliki rasionalitas 3 nilai dasar dalam hukum yaitu keadilan, kepastian dan kemanfaatan. Dampak dari putusan semacam ini adalah terjadi kegoncangan dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia dan hampir terjadi constitutional deadlock dalam tubuh DPR karena adanya dualisme pimpinan dan alat kelengkapan.
"Evaluasi lainnya, terkadang MK dalam membuat putusan tidak memiliki konsistensi dengan putusan MK sebelumnya, sebagaimana putusan tentang pembatalan Pasal 268 ayat 3 KUHAP tentang PK hanya 1 kali," ujar Bayu.
Pilihan untuk mengambil putusan MK yang berbeda dengan putusan MK sebelumnya dimungkinkan. Namun hal tersebut haruslah dilakukan dengan hati-hati dan benar-benar melihat adanya alasan konstitusional berbeda yang bukan saja bersumber dari batu uji berbeda yang digunakan dalam pengajuan permohonan, namun juga fakta nyata kondisi dan praktik penegakan hukum di masyarakat.
"MK di bawah kepemimpinan Prof Arief Hidayat memiliki pekerjaan rumah untuk meningkatkan citra MK sebagai pengawal ideologi (the guardians of the ideology), pengawal konstitusi (the guardians of the constitustion), pelindung hak konstitusional warga negara dan HAM (the protector of the citizen right and human right) dan pengawal demokrasi (the guardians of the democracy)," papar Bayu.
Cara terbaik lembaga peradilan untuk meningkatkan citranya adalah melalui peningkatan kualitas putusannya dan bukan melalui cara-cara lain seperti lewat propaganda media. Meningkatkan kualitas putusan bagi MK merupakan keharusan karena berbeda dengan lembaga peradilan pada umumnya, MK tidak memiliki alat untuk dapat memaksakan pelaksanaan putusan yang dibuatnya, sebaliknya kepatuhan terhadap putusan MK hanyalah didasarkan pada kesadaran lembaga-lembaga negara dan warga negara pada prinsip negara hukum dan supremasi konstitusi.
"Oleh karena itu menurut saya publik akan memiliki kesadaran tinggi jika putusan MK dapat memenuhi rasa keadilan dan kemanfaatan, sebaliknya kesadaran publik untuk patuh akan rendah jika putusan yang dihasilkan atas nama konstitusi ternyata tidak memenuhi harapan keadilan dan kemanfaatan publik," papar Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) FH Universitas Jember ini.
Langkah terakhir, Arief sebagai Ketua MK harus berani menegakkan kode etik hakim.
"Ketua MK juga harus mendukung kerja Dewan Etik MK dengan membuka seluas-luasnya partisipasi publik untuk melaporkan perilaku hakim konstitusi yang dianggap menyimpang," pungkas Bayu.
Sanggupkah Arief Hidayat dan 8 lainnya menjadi negarawan sejati untuk mengawal jalannya konstitusi Indonesia?
Sumber: http://news.detik.com/read/2015/01/15/135031/2804304/10/2/meramal-arah-jalannya-pengawal-konstitusi-5-tahun-ke-depan