Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan uji materi UU No. 18/2003 tentang Advokat - Perkara No. 140/PUU-XII/2014 pada Selasa (13/1) pagi. Para Pemohon adalah Maryanto, Abraham Amos, dan Johni Bakar yang mendalilkan bahwa keseluruhan materi pasal-pasal dan ayat-ayat dalam UU No.18/2003 dipandang sangat berimplikasi diskriminatif.
“UU No.18/2003 melanggar hak konstitusional para Pemohon dan para advokat lainnya yang diperlakukan secara tidak adil, terutama sekali pelecehan eksistensi dan karakter dan telah memperkosa hak asasi manusia yang sangat merugikan status dari para Pemohon dan para advokat pada umumnya,” kata Abraham Amos, salah seorang Pemohon kepada Majelis Hakim.
Menurut Pemohon, proses pembuatan dan pembahasan dan pengesahan peraturan UU Nomor 18 Tahun 2003 bertentangan dengan Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, sekaligus bertentangan dengan ketentuan Pasal 1 angka (5) UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, sehingga pemberlakuan pengesahan Undang-Undang Advokat a quo dipandang cacat hukum untuk seluruhnya.
Pemohon mendalilkan, ketidakpatuhan terhadap amar Putusan Mahkamah Konstitusi No. 101/PUU-VII/2009, merupakan pelecehan terhadap hukum (abused of power) oleh semua pihak terkait, sehingga perlu secara serius disikapi guna dicarikan solusi dan jalan keluar dari kebuntuan kepentingan masing-masing organisasi advokat. Tujuannya, agar tidak menimbulkan potensi kerugian hak konstitusional yang lebih besar lagi bagi para Pemohon khususnya dan para advokat pada umumnya yang bernaung dalam berbagai organisasi advokat lainnya dengan segala konsekuensi hukum yang berlaku.
Selain itu, menurut Pemohon, sejak diberlakukannya UU No. 18/2003 tentang Advokat, secara faktual dan aktual sama sekali tidak menciptakan suasana harmonis dan kondusif, melainkan sebaliknya telah banyak memunculkan pertikaian dan perselisihan para advokat yang cenderung memecah-belah eksistensi Organisasi Advokat dan terperangkap di dalam suasana yang carut-marut untuk menjalankan tugasnya sebagai advokat yang berprofesi mulia (officium nobile).
Menanggapi dalil Pemohon, Hakim Konstitusi Anwar Usman mengatakan bahwa Pemohon harus memberikan argumentasi yang jelas. “Pasal yang didalilkan harus punya alasan yang kuat. Bahwa pasal-pasal itu kalau diberlakukan akan menimbulkan kerugian konstitusional Pemohon,” kata Anwar.
Anwar juga menyoroti petitum Pemohon. Anwar meminta agar Pemohon lebih mengacu dan merujuk pada UU Mahkamah Konstitusi. Selain itu Anwar juga mempersoalkan persyaratan uji formil bagi Pemohon.
Sementara itu Hakim Konstitusi Aswanto menyambung tanggapan Hakim Konstitusi Anwar Usman soal persyaratan uji formil. “Nanti tolong dilihat dalam putusan MK No. 27/PUU-2009. Dalam putusan itu sudah ditegaskan bahwa untuk uji formil ada tenggang waktu. Padahal UU Advokat sudah ada sejak 2003, jadi tidak memenuhi persyaratan uji formil,” ujar Aswanto.
“Putusan MK No.27 itu menggariskan bahwa untuk mengajukan uji formil terhadap sebuah undang-undang harus memenuhi tenggang waktu 45 hari sejak diundangkan,” tandas Aswanto. (Nano Tresna Arfana)