Hakim Konstitusi Arief Hidayat terpilih secara aklamasi menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2015-2017. Arief menggantikan posisi Hamdan Zoelva yang masa baktinya sebagai hakim konstitusi berakhir Rabu (7/1) silam.
Keterpilihan Arief secara aklamasi diumumkan melalui rapat pleno terbuka. “Ketua MK telah terpilih secara musyawarah mufakat, yakni Profesor Arief Hidayat untuk mengemban tugas menggantikan Hamdan Zoelva untuk masa bakti 2015 sampai 2017 dengan masa jabatan 2,5 tahun,” ujar Arief di ruang sidang pleno MK, Jakarta, Senin (12/1).
Sebelumnya, Arief merupakan Wakil Ketua MK periode 2013-2015 bersama dengan Hamdan Zoelva sebagai Ketua. Guru Besar Universitas Diponegoro Semarang ini menjadi hakim konstitusi sejak 1 April 2013.
Sementara Hakim Konstitusi Anwar Usman terpilih menjadi Wakil Ketua melalui voting. Tak tanggung-tanggung, perlu voting sebanyak empat kali putaran untuk mengukuhkannya menjadi Wakil Ketua MK mengalahkan perolehan suara Hakim Konstitusi Aswanto, dan Patrialis Akbar. Hal tersebut karena jumlah perolehan suara masing-masing calon tidak memenuhi syarat, yakni lebih dari setengah jumlah hakim yang hadir atau lima orang hakim. Pemilihan Wakil Ketua ini bahkan diwarnai suara abstain dan tidak sah.
Dalam sambutannya sebagai Ketua MK, Arief menyatakan dirinya dan Anwar bersama seluruh hakim konstitusi akan selalu taat pada Konstitusi dan menjalankan Konstitusi dengan sebaik-baiknya dan selurus-lurusnya agar muruah MK bisa terjaga dengan baik dan putusan-putusannya bisa dijalan oleh seluruh penyelenggara negara. “Kita akan selalu berusaha dan meningkatkan kualitas putusan sehingga putusan-putusan kita adalah putusan yang memenuhi rasa keadilan masyarakat, memberikan kepastian hukum, dan bermanfaat untuk pembangunan Indonesia menuju masyarakat yang adil dan makmur,” tegasnya.
Sesuai dengan Pasal 4 UU No. 8 Tahun 2011 tentang MK, pemilihan ketua MK dipilih dari dan oleh para hakim konstitusi yang dimusyawarahkan secara tertutup oleh sembilan hakim konstitusi. Dalam pemilihan ini, setiap hakim konstitusi berhak mencalonkan dan dicalonkan sebagai Ketua MK.
Proses pemilihan dilakukan sekurang-kurangnya oleh tujuh hakim konstitusi. Jika tidak memenuhi kuorum itu, rapat permusyawaratan ditunda selama dua jam. Namun, jika setelah dua jam masih tidak memenuhi kuorum, rapat pemilihan ketua MK tetap dilakukan berapapun hakim konstitusi yang hadir. Lebih lanjut, jika musyawarah tersebut tidak berhasil mencapai kesepakatan bulat (aklamasi), keputusan Pemilihan Ketua MK diambil dengan voting berdasarkan suara terbanyak dalam Rapat Pleno terbuka untuk umum.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, masa jabatan Ketua MK terpilih adalah selama dua tahun enam bulan. Sembilan orang hakim konstitusi memiliki hak yang sama untuk memilih dan dipilih sebagai Ketua ataupun Wakil Ketua MK.
Harapan Hakim Konstitusi
Sebelum proses pemilihan Wakil Ketua MK secara voting dilakukan, tiap hakim konstitusi menyampaikan harapannya pada Ketua dan Wakil Ketua MK yang akan memimpin lembaga penegak konstitusi selama 2,5 tahun ke depan.
Hakim Konstitusi Aswanto, misalnya. Dia berharap wakil ketua MK terpilih bisa bekerja maksimal dan membantu ketua dalam melakukan hal-hal yang sifatnya mengembalikan citra MK. “Jabatan adalah amanah. Terimalah amanah itu dari Yang Maha Kuasa, bekerja secara profesional, dan berusaha agar muruah MK kembali,” ujarnya.
Sedangkan Hakim Konstitusi yang baru dilantik Presiden 7 Januari lalu, I Dewa Gede Palguna menuturkan, seorang hakim hanya taat pada konstitusi, dari mana pun ia berasal. Setiap hakim perlu ada kesadaran, selain sebagai negarawan yang independen, dia juga harus adil. “Sifat kenegarawanan, adil, profesional dari sembilan hakim konstitusi secara simbol akan tercermin dari ketua dan wakil ketua,” tegasnya.
Sementara Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati tegas menyatakan bahwa MK tidak bisa bangkit tanpa punya pemimpin yang baik dan dapat bekerjasama dengan baik antar pimpinan. Sebagai peradilan pada umumnya, MK tidak bisa menjadi baik apabila tidak punya kepaniteraan dan unit-unit kerja yang baik pula. “Saya berharap pimpinan terpilih memiliki kerja sama yang baik dengan unit kerja pendukung. Saya berharap para hakim memilih hakim yang dapat mendukung hal-hal itu,” ujarnya. (Lulu Hanifah)