Sebanyak empat puluh orang mahasiswa dari Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, Palembang mengunjungi Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (6/1). Kunjungan para mahasiswa tersebut bertujuan untuk mengenali seluk-beluk MK dengan lebih dekat. Peneliti MK, Abdul Ghoffar menerima langsung kunjungan para mahasiswa berjaket almamater kuning tersebut di Aula Lantai Dasar Gedung MK. Dalam kesempatan yang sama, Goffar juga memaparkan materi seputar sejarah pembentukan MK dan kewenangan yang dimiliki MK.
Mengawali paparannya, Goffar menyampaikan sejarah terbentuknya MK. Goffar menyatir salah satu teori yang menyatakan terbentuknya MK di berbagai negara salah satunya disebabkan adanya ketidakpastian politik. Bila menilik ke belakang, Goffar menjelaskan MK hadir untuk menegakkan Konstitusi. Sebelum amandemen, Indonesia belum memiliki lembaga penegak dan pengawal konstitusi seperti MK.
Selain itu, MK muncul untuk menutup kelemaham dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Sebelum amandemen, semua cabang kekuasaan yaitu legislatif, yudikatif, maupun eksekutif berada di tangan presiden. Lemahnya sistem ketatanegaraan Indonesia sebelumnya telah memunculkan presiden yang otoriter meski awalnya diusung langsung oleh mahasiwa selaku cermin masyarakat yang kritis.
“Setelah perubahan sistem ketatanegaraan kita tidak vertikal hierarkis tetapi vertikal horisontal. Lembaga negara sejajar, tidak ada lagi lembaga tertinggi negara. Karena sejajar, ketika ada sengketa kewenangan antar lembaga negara, siapa yang akan menyelesaikan? Setelah perubahan tidak ada lembaga yang menyelesaikan sengketa tersebut. Di situ MK hadir dengan salah satu kewenangannya adalah memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara (SKLN),” jelas Goffar.
Dalam kesempatan yang sama, Goffar juga menjawab pertanyaan beberapa mahasiswa FH Unsri Palembang. Dalam jawabannya, Goffar sempat membahas bahwa penyelesaian sengketa Pemilukada dan Pemilu Legislatif di MKRI termasuk yang tercepat di seluruh dunia. Seperti diketahui, penyelesaian sengketa Pemilukada di MKRI Hanya dibatasi selama 14 hari. Sedangkan untuk Pileg dibatasi hanya 30 hari. “Kemarin itu ada 900 kasus Pileg dan MK hanya diberi waktu 30 hari,” ungkap Goffar.
Waktu penyelesaian perkara yang singkat tersebut diatur dengan mempertimbangkan kepastian hukum pengisian jabatan negara. Hal tersebut sesuai dengan kedudukan MK sebagai lembaga peradilan tatanegara.
Masih menjawab pertanyaan mahasiswa mengenai sifat putusan MK, Goffar mengatakan sejatinya putusan MK bersifat final dan mengikat. Artinya, putusan MK tidak bisa lagi dibanding ke pengadilan lain. Putusan MK juga mengikat kepada seluruh warga negara Indonesia di mana pun berada. Oleh karena itu, amar putusan MK wajib dilaksanakan.
Usai mendengarkan paparan Goffar dan melakukan tanya jawab, mahasiswa tersebut menyempatkan diri untuk mengunjungi Pusat Konstitusi (Puskon) MK. Pusat sejarah dan dokumentasi mengenai MK dan konstitusi tersebut sudah diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo pada 19 Desember 2014 lalu. Pukon tersebut terletak di lantai 5 dan 6 Gedung MK. Masyarakat umum dapat mengunjungi Puskon tanpa dipungut biaya sepeser pun. (Yusti Nurul Agustin)