Untuk mengetahui lebih jauh fungsi dan kewenangan Mahkamah Konstitusi, mahasiswa jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) Universitas Muhammadiyah Purwokerto, melakukan kunjungan studi ke Mahkamah Konstitusi, Selasa, (6/01). Kunjungan para mahasiswa tersebut diterima oleh Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Protokol MK, Budi Achmad Djohari.
Budi menjelaskan, MK memiliki sejumlah kewenangan dan kewajiban yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan pertama MK adalah menguji Undang-Undang (UU) terhadap UUD. Dikatakan Budi, UU sebagai produk antara Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama Presiden, merupakan representasi produk demokrasi, di mana orang-orang yang mengisi kedua lembaga tersebut dipilih melalui proses demokrasi.
Meskipun demikian, Budi mengatakan ada sejumlah UU yang dinyatakan bertentangan dengan konstitusi oleh MK, karena MK melihat sebuah UU dari aspek nomokrasi, atau kedaulatan hukum. “Hal tersebut sesuai dengan prinsip Negara hukum yang demokratis dan Negara demokrasi berdasar hukum,” ujar Budi.
Kewenangan kedua MK adalah memutus sengketa kewenangan lembaga negara. Menurut Budi, sengketa kewenangan yang dapat diputus oleh MK adalah terhadap lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, dan kasus yang masih hangat dalam sengketa tersebut adalah sengketa kewenangan lembaga negara antara pemerintah dan DPR terkait dengan divestasi PT. Newmont.
Kewanangan MK berikutnya yang dijelaskan oleh Budi adalah pembubaran partai politik. Menurutnya, pemerintah tidak bisa lagi sewenang-wenang membubarkan partai politik tanpa putusan pengadilan, seperti yang terjadi di masa lalu. Budi mengatakan, pihak yang dapat mengajukan permohonan ini adalah pemerintah. Kewenangan MK selanjutnya adalah memutus perselisihan hasil pemilihan umum, dan MK memiliki 1 kewajiban, yaitu memberikan pendapat hukum atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden/Wakil Presiden menurut UUD.
Menjawab pertanyaan dari peserta kunjungan mengenai kewenangan MK dalam memutus perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah, Budi mengatakan MK tidak lagi berwenang mengadili perkara tersebut pascaputusan MK terhadap pengujian Pasal 236C UU No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 29 ayat (1) huruf e UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Menurut Budi, UUD menetapkan yang termasuk pemilihan umum adalah pemilihan umum legislatif dan pemilihan umum Presiden/Wakil Presiden. Sementara pemilihan kepala daerah masuk dalam rezim penyelenggaraan pemerintah daerah. Berdasar putusan MK, perselisihan hasil pemilihan kepala daerah diperiksa dan diputus oleh lembaga lain, hal ini tentu bergantung pada keputusan pembuat UU. Namun demikian, “Sepanjang belum ada aturan yang mengatur, pemilukada tetap ditangani MK,” kata Budi. (Ilham)