Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak seluruh permohonan atas uji materi UU No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (UU MA) yang dimohonkan oleh Dra. Noes Soedono, yang mengatur mengenai adanya pembatasan terhadap upaya banding. Dalam amar putusannya yang diucapkan Selasa (23/12), Majelis Hakim Konstitusi menilai dihentikannya proses penyidikan atas kasus pemalsuan dokumen yang berhubungan dengan kepemilikan tanah yang dimohonkan oleh Noes Soedono bukan merupakan pembatasan terhadap hak asasi manusia, karena hal itu telah sejalan dengan prinsip kepastian hukum.
Pembatasan yang dimaksud sepenuhnya bertujuan untuk menjamin terwujudnya kepastian hukum dan keadilan sekaligus mendorong agar pengadilan di bawah Mahkamah Agung memiliki nilai atau kualitas dalam setiap putusannya. Bahkan lebih dari itu, ketentuan pembatasan juga dimaksudkan agar asas peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan dapat diimplementasikan.
Sebaliknya dikhawatirkan, jika tidak diberlakukan pembatasan, maka setiap perkara hukum akan dapat langsung diajukan dalam upaya banding, yang pada akhirnya akan menimbulkan kekacauan dan ketidakpastian hukum atau bahkan seluruh pengadilan di bawah Mahkamah Agung akan mengeluarkan putusan yang tidak berkualitas.
Terkait dalil Pemohon yang menggunakan pasal 28D ayat (1) UUD 1945 sebagai payung hukum bagi pemenuhan rasa keadilan dengan mempertentangkannya dengan pasal 45A ayat (2) huruf a UU MA, Mahkamah justru berpendapat pasal tersebut bukanlah pembatasan bagi warga negara untuk mendapatkan keadilan. Pasal tersebut harus diartikan sebagai suatu bagian dari sebuah sistem tatanan hukum yang memberikan kepastian bagi pemeriksaan pokok perkara yang harus dihadapi oleh tersangka atau terdakwa. Pengaturan yang demikian semata-mata bertujuan untuk mewujudkan keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan bagi pencari keadilan.
Sebaliknya, dengan membuka kemungkinan untuk melakukan upaya hukum atas putusan praperadilan hanya akan membuat pemeriksaan terhadap perkara menjadi berlarut larut. Sehingga menurut Mahkamah, jika hal tersebut dipandang sebagai pembatasan terhadap HAM, maka pembatasan dengan UU, dalam hal ini KUHAP, adalah hal yang wajar karena sesuai dengan pasal 28J ayat (2) UUD 1945.
Dengan demikian Mahkamah berpendapat seluruh dalil Permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum sehingga harus ditolak. “Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ucap Hamdan Zoleva mengakhiri sidang. (Julie)