Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diperlukan untuk mewujudkan sistem keuangan yang berkelanjutan, stabil dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Asosiasi Bank Pembangunan Daerah Eko Budiwiyono selaku saksi yang diajukan OJK sebagai Pihak Terkait dalam sidang pengujian Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK) pada Rabu (17/12) di Ruang Sidang Pleno MK.
Dalam keterangannya, Eko menjelaskan independensi OJK pun tidak perlu diragukan. Independensi yang dimiliki oleh OJK, lanjutnya, merupakan prasyarat diperlukan agar OJK dapat mewujudkan visi dan misi serta menjalankan program-program kerjanya dengan baik. “Hal ini menurut hemat kami telah diantisipasi dengan baik, antara lain dengan melalui pengaturan komposisi dewan komisioner OJK yang di dalamnya tetap menempatkan perwakilan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan dan perwakilan Bank Indonesia secara ex officio. Di samping telah adanya mekanisme seleksi atau rekrutmen, dewan komisioner OJK secara transparan dapat dipertanggungjawabkan dan melibatkan partisipasi publik,” paparnya di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Ketua MK Hamdan Zoelva.
Menurut Eko, bagi pelaku industri khususnya bank pembangunan daerah seluruh Indonesia, OJK telah memberikan pedoman serta saran perbaikan yang penting bagi peningkatan kualitas SDM, operasional, dan daya saing. “OJK juga memiliki desk atau task force yang secara khusus diperuntukkan bagi pengembangan BPD seluruh Indonesia dan ini kami rasakan betul manfaatnya dengan pelayanan khusus untuk bank-bank pembangunan daerah melalui desk khusus bagi kami itu,” paparnya.
Sementara Komisaris Utama PT Bursa Efek Indonesia Robinson Simbolon yang juga menjadi saksi Pihak Terkait menjelaskan, peranan OJK dalam dunia pasar modal, menjadi penyemangat baru untuk melakukan inovasi dalam rangka menumbuhkan industri pasar modal. Menurut Robinson, dengan beroperasinya OJK sebagai lembaga yang mengintegrasikan pengaturan dan pengawasan di seluruh industri jasa keuangan pada 2012. “Khususnya industri sektor pasar modal seperti memperoleh semangat baru dalam melakukan berbagai inovasi dalam menumbuhkan industri pasar modal,” jelasnya.
Robinson menyebut salah satu tonggak penting lainnya di tahun 2013 ketika OJK menerbitkan izin usaha PT Penyelenggaraan Program Perlindungan Investor Efek Indonesia (P3IEI). P3IEI difungsikan sebagai penyelenggara dana perlindungan pemodal di pasar modal Indonesia. “Dengan berdiri dan beroperasinya P3IEI diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan investor dalam berinvestasi di pasar modal. Pada bidang investasi juga menunjukkan pertumbuhan yang sangat berarti sebagaimana data terlampir yang akan disampaikan kepada Majelis tidak kami bacakan,” tambahnya.
Sidang perkara yang diajukan oleh Tim Penyelamat Ekonomi Bangsa ini rencananya akan digelar kembali pada Senin, 22 Desember mendatang untuk mendengarkan keterangan dari Bank Indonesia. Dalam permohonannya, Pemohon mendalilkan hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya Pasal 1 angka 1, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 37, Pasal 55, Pasal 64, Pasal 65, dan Pasal 66 UU OJK. Sebagai pembayar pajak, pemohon merasa lingkup kewenangan OJK telah melebihi kewenangan yang dimiliki oleh Bank Indonesia sebagai bank sentral. Pada dasanya OJK menurut Pemohon hanya memiliki wewenang menetapkan peraturan terkait dengan tugas pengawasan lembaga keuangan bank yang berdasarkan pasal 34 ayat 1 UU Bank Indonesia. Hal ini menyebabkan wewenang OJK dalam mengawasi lembaga keuangan non-bank dan jasa keuangan lainnya tidak sah karena pada pasal tersebut tidak mengatur hal tersebut.
Untuk itulah, dalam tuntutan atau petitum-nya, Pemohon meminta MK menyatakan UU OJK terutama Pasal 1 angka 1, Pasal 5, dan Pasal 37 bertentangan dengan UUD 1945. Namun apabila nantinya MK tidak mengabulkan permohonan tersebut, mereka meminta frasa “tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan” dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 55, Pasal 64, Pasal 65, dan Pasal 66 UU OJK dihapuskan. Pemohon juga mengajukan petitum provisi untuk menghentikan sementara operasional OJK sampai ada putusan pengadilan sehingga memerintahkan Bank Indonesia mengambil alih sementara. (Lulu Anjarsari)