Tiga orang advokat mengajukan pengujian terhadap Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2015 dengan alasan subsidi BBM membebani APBN tersebut. Ketiganya yaitu, Donny Tri Istiqomah, Andhika Dwi Cahyanto, dan Radian Syam. Dalam sidang pendahuluan yang digelar Kamis (11/12), Donny yang didampingi Andhika menyampaikan pokok-pokok permohonan perkara yang teregistrasi dengan No. 132/PUU-XII/2014 tersebut. Pada pokoknya, Pemohon meminta subsidi BBM dinyatakan bertentangan dengan konstitusi karena APBN seharusnya digunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Di hadapan panel hakim yang diketuai Patrialis Akbar, Donny menyampaikan permohonan yang ia layangkan bersama rekan-rekannya dipicu adanya polemik BBM bersubsidi. Menurut Donny, polemik tersebut harus disudahi lewat pemecahan masalah/solusi konstitusional. Oleh karena itulah, Donny dan kedua rekannya mengajukan permohonan ini.
Masih dalam kesempatan yang sama, Donny mengatakan Pasal 13 UU APBN Tahun 2015 bertentangan dengan Pasal 23 UUD 1945. Sebab, Pasal 23 UUD 1945 mengamanatkan bahwa APBN harus digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Sementara itu yang terjadi di lapangan menurut Pemohon justru kebalikannya. BBM bersubsidi justru hanya digunakan untuk kendaraan bermotor milik masyarakat ekonomi mampu.
“Kami punya dalil dan fakta hukum yang menyatakan bahwa subsidi BBM itu sebagian besar hanya digunakan untuk kendaraan bermotor yang nyata-nyata adalah masyarakat yang sebenarnya berekonomian mampu, kelas menengah ke atas,” ujar Donny.
Donny pun menjelaskan bahwa sebaiknya subsidi BBM tidak dihapus, namun maksimal dikucurkan sepuluh persen saja dari belanja pusat. Hal tersebut bertujuan agar anggaran lainnya, terutama subsidi bahan pokok, tidak terganggu.
Menanggapi permohonan para Pemohon, panel hakim konstitusi memberikan saran yang dapat digunakan untuk perbaikan permohonan. Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, anggota panel hakim menyarankan Pemohon perlu memperbaiki legal standing yang dipakai untuk mengajukan gugatan ini. Sebab, legal standing Pemohon selaku advokat tidak cukup kuat untuk menjadi dasar dinyatakannya ada kerugian konstitusional yang dialami Pemohon. Masih berkaitan dengan legal standingnya, Wahiduddin meminta Pemohon untuk melampirkan bukti identitas pribadi.
Sementara itu Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi meminta Pemohon untuk lebih rinci dalam menjelaskan pertentangan antara Pasal 13 UU APBN Tahun 2015 dengan Pasal 23 UUD 1945 yang dijadikan batu uji. Fadlil juga memberi saran terkait dalil Pemohon yang menyatakan total subsidi yang tidak tepat pada APBN Tahun 2014 telah menyebabkan subsidi bahan pokok seperti minyak goreng dan kedelai dihapus. Fadlil pun meminta Pemohon mengaitkan hilangnya subsidi untuk bahan pokok itu dengan dalil Pemohon lainnya mengenai mayoritas penduduk Indonesia adalah berprofesi buruh tani dan buruh nelayan.
“Bila Anda ingin subsidi itu berpindah ke buruh tani dan nelayan, Anda justru tidak menyebutkan sebesar-besar kemakmuran rakyat itu apakah mereka juga tidak memerlukan minyak goreng? Kalau nanti harga kedelai mahal, apakah terbeli oleh mereka? Inilah tidak ada jembatan argumentasinya,” ujar Fadlil menyarankan.
Sebelum menutup sidang kali ini, Hakim Konstitusi Patrialis Akbar mengingatkan bahwa untuk mengajukan perkara ke MK maka tiap pihak harus yakin telah mengalami kerugian konstitusional, bukan kerugian materi semata. “Kalau di dalam permohonan ini, ini belum kelihatan secara spesifik yang dimaksudkan dengan kerugian yang dialami oleh Pemohon itu apa. Bahkan, Saudara sebagai Pemohon juga ikut menikmati subsidi bahan bakar itu kan? Jadi harus dijelaskan posisi itu, kerugiannya itu apa, sehingga legal standingnya jelas. Kalau tidak punya kerugian konstitusional, apa yang akan diperjuangkan?” tandas Patrialis retoris. (Yusti Nurul Agustin)