Permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan (UU Pangan), yang dimohonkan oleh 12 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), ditolak seluruhnya oleh Mahkamah Konstitusi. Putusan tersebut dinyatakan oleh Mahkamah dalam sidang pengucapan putusan yang dipimpin oleh Ketua Mahkamah Konstitusi, Rabu, (03/12).
Dalam pertimbangannya Mahkamah menyatakan ketentuan dalam Pasal 3 UU Pangan secara tegas telah mengakui, melindungi, menjamin, mengatur, dan memberikan kepastian hukum bahwa “kebutuhan dasar manusia” yang paling utama adalah berupa pangan, di samping adanya kebutuhan dasar manusia lainnya yaitu sandang dan perumahan yang telah diatur dengan peraturan perundang-undangan yang lain. Dengan pertimbangan itu menurut Mahkamah Pasal 3 UU Pangan sehingga tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Terkait ketentuan dalam Pasal 36, menurut Mahkamah, keberlakuan Pasal 36 ayat (3) UU 18/2012, tidak menimbulkan ketidakpastian hukum karena ketidakjelasan institusi atau lembaga yang menentukan kecukupan pangan dalam negeri dan cadangan pangan masyarakat. Mengingat pengertian pangan sangatlah luas, Mahkamah menilai tidak mungkin kewenangan di bidang pangan dikelola oleh suatu kementerian tertentu saja, karena selain lingkup tugasnya yang sangat luas, soal pangan juga diatur dan menjadi tanggung jawab kementerian lainnya. Atas dasar pertimbangan tersebut maka menurut Mahkamah, ketentuan Pasal 36 ayat (3) UU 18/2012 tidak bertentangan dengan konstitusi.
Terhadap pengujian Pasal 53 yang mengatur larangan bagi pelaku usaha pangan untuk menimbun atau menyimpan kebutuhan pangan pokok melebihi jumlah maksimal sebagaimana telah ditentukan dalam UU ini, Mahkamah menilai memang seharusnya tidak ada pengecualian bagi pelaku usaha kecil. Mahkamah berpendapat, dengan adanya pengecualian bagi pelaku usaha kecil justru akan memberikan ketidakadilan bagi pelaku usaha lainnya. Apabila diberikan pengecualian kepada pengusaha kecil, bias jadi justru pelaku usaha kecil yang akan menimbun pangan pokok tersebut atau justru diperalat oleh pelaku usaha besar agar dapat menimbun. Sehingga menurut Mahkamah, Pasal tersebut konstitusional demi memberikan rasa keadilan bagi semua pelaku usaha.
“Mahkamah menyatakan bahwa semua pelaku usaha pangan di skala apapun tanpa diskriminasi atau pembedaan, dilarang untuk menyimpan pangan pokok yang jumlahnya melebihi batas maksimal yang telah ditetapkan oleh Pemerintah,” ujar Hakim Konstitusi Aswanto.
Para Pemohon pengujian UU Pangan dalam perkara 98/PUU-XII/2014 ini beranggapan kedua pasal tersebut tidak melindungi pelaku usaha pangan skala kecil, sehingga dalam tuntutannya pemohon meminta agar kedua ketentuan tersebut dinyatakan bertentangan dengan konstitusi untuk melindungi kelangsungan usaha pelaku usaha pangan skala kecil.
Rekayasa Genetika
Terhadap permohonan pengujian Pasal 69 huruf c UU Pangan yang mengatur produk pangan hasil rekayasa genetik, Mahkamah menilai hal tersebut juga tidak bertentangan dengan UUD 1945. Menurut Mahkamah, telah menjadi tanggung jawab Negara melalui Pemerintah untuk mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional maupun daerah hingga seluruh warga negara secara merata di seluruh wilayah Indonesia sepanjang waktu dengan memanfaatkan sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal. Mahkamah mempertimbangkan bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin oleh UUD 1945, oleh sebab itu Negara wajib mewujudkan.
“Dalam mewujudkan keberlanjutan keamanan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan, diperlukan pengaturan yang komprehensif terhadap produk rekayasa genetik di bidang pangan untuk melindungi masyarakat agar memperoleh pangan dan pemenuhan konsumsi yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang,” kata Hakim Konstitusi Anwar Usman.
Untuk itu, pengaturan keamanan pangan sebagaimana diatur pada Pasal 77 ayat (1) dan ayat (2) yang mengatur kewajiban adanya persetujuan Keamanan Pangan sebelum diedarkan, menurut Mahkamah, hal tersebut dilakukan sebagai bentuk pencegahan kemungkinan terjadinya pencemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.
Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut, Mahkamah memutus untuk menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya. (ilham)