Sidang Pengujian Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) kembali digelar pada Kamis (27/11). Kali ini pemohon yang diwakili oleh dua orang kuasa hukumnya, Ardian Hamdani dan Fauzi Novaldi, menyampaikan perbaikan permohonan sesuai dengan anjuran Panel Hakim Konstitusi pada persidangan pendahuluan.
“Kami telah menambahkan norma-norma yang akan diujikan. Kami juga telah menambahkan perubahan-perubahan tentang kewenangan Mahkamah Konstitusi, kedudukan pemohon, dan kronologi pertentangan Undang Undang tersebut dengan UUD 1945, serta petitumnya,” ujar Ardian Hamdani.
Sementara itu, Fauzi Novaldi menjelaskan bahwa pihaknya juga telah menambahkan objek permohonan. Jika pada sebelumnya hanya Pasal 1 angka (2) KUHAP yang menjadi objek pengujian, pada perbaikan permohonan ini objeknya bertambah dengan disertakannya Pasal 7 ayat (1) KUHAP. “Inti dari apa yang kami mohonkan adalah bahwa dalam rumusan Pasal 1 angka 2 KUHAP tidak ada secara tegas disebutkan kewenangan penyidik dalam mengumpulkan alat bukti dalam penunjukan tersangka,” tandas Fauzi.
“Kewenangan itu juga tidak ada dalam Pasal 7 ayat (1) KUHAP, tentang bagaimana cara penyidik dalam menentukan tersangka. Norma-norma ini kami anggap bertentangan dengan UUD 1945,” tambahnya.
Bagi Pemohon, kewenangan untuk menetapkan tersangka oleh penyidik tidak dijelaskan dalam satu pemahaman. Undang Undang Kepolisian, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan Kejaksaan Agung tidak satu suara dalam meregulasi ketentuan penetapan tersangka dan bisa dianggap multitafsir. “Bagi kami hal ini merupakan pelanggaran terhadap hak konstitusional Pemohon,”tegas Fauzi.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Aswanto tersebut, Fauzi juga menyampaikan permintaan agar pelaksanaan norma a quo ditunda sampai gugatan ini akhirnya diputuskan oleh Mahkamah.
Sebelumnya diketahui bahwa alasan Pemohon melakukan pengujian KUHAP ini dikarenakan Pemohon ditetapkan sebagai Tersangka berdasarkan keputusan penyidik yang tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum. Menurut Pemohon, penetapan tersangka kepadanya dilakukan secara semena-mena dan tidak didasari atas perbuatan melawan hukum ataupun penyalahgunaan wewenang. (Winandriyo Kun)