Kepala Bidang Penelitian, Pengkajian dan Perpustakaan Mahkamah Konstitusi Wiryanto, menerima kunjungan peserta diklat pustakawan Perpustakaan Nasional, Selasa (25/11). Dalam kesempatan tatap muka kali ini Wiryanto memaparkan sejumlah tugas dan kewenangan MK sejak berdiri pada 2003. Dijelaskan Wiryanto, MK yang lahir pascaamandemen UUD 1945 pada1999 hingga 2002, dibentuk untuk menjamin check and balances antarlembaga negara.
Lebih lanjut Wiryanto memaoarkan, Konstitusi telah mengatur bahwa MK sebagai salah satu pemegang kekuasaan kehakiman, kewenangannya tidak berbenturan dengan Mahkamah Agung. Keduanya memiliki kewenangan yang berbeda. Perbedaan utama kewenangan keduanya yakni Mahkamah Konstitusi menguji UU terhadap UUD 1945 sementara Mahkamah Agung menguji produk hukum dibawah UU. “UU telah mengatur pemisahan kewenangan Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung yang tidak berbenturan.” ucap Wiryanto.
Turut dijelaskan pula bahwa Mahkamah Konstitusi diakhir tahun 2013 telah membatalkan PERPPU MK yang mengatur proses rekrutmen dan pengangkatan Hakim Konstitusi yang dianggap bertentangan dengan konstitusi. PERPPU MK tersebut terbit pascaterjadinya kasus suap atas sengketa hasil pemilukada yang dilakukan oleh mantan ketua MK, Akil Mochtar. “ Pada putusannya, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa aturan dalam PERPPU MK telah bertentangan dengan UUD 1945 yang mengatur bahwa kesembilan Hakim Konstitusi berasal dari tiga lembaga negara yakni Mahkamah Agung, Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden. Namun pada PERPPU tersebut disebut bahwa rekrutmen Hakim Konstitusi harus melibatkan Panel Ahli yang dibentuk oleh Komisi Yudisial untuk menguji kelayakan dan kepatutan calon hakim konstitusi yang diusulkan oleh Mahkamah Agung, DPR dan Presiden. Hal inilah yang dianggap bertentangan dengan konstitusi, sehingga MK harus membatalkan PERPPU MK tersebut ” urainya.
Pada bagian akhir pemaparannya, Wiryanto menegaskan, sebagai badan peradilan tata negara Mahkamah Konstitusi menjalankan tugas sebagai penjaga konstitusi dan penafsir akhir konstitusi. \"Undang-undang yang merupakan produk hukum yang dihasilkan oleh lembaga politik seperti DPR sarat dengan kepentingan politik, karena itu perlu adanya lembaga Mahkamah Konstitusi yang memberikan penafsiran akhir atas UU yang berlaku\", tegasnya. (Julie)