Kores Tambunan selaku kuasa hukum Bupati Tapanuli Tengah Raja Bonaran Situmeang menyampaikan poin-poin perbaikan permohonan uji materi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada sidang yang digelar pasa Selasa (25/11) di Ruang Sidang Pleno Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Bobaran menguji pengertian umum “tersangka” dalam KUHAP yang teregistrasi gdengan nomor perkara 117/PUU-XII/2014..
Di hadapan panel hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi Anwar Usman, Kores menyampaikan bahwa pihaknya sudah memperbaiki permohonan sesuai saran hakim pada sidang pendahuluan. Salah satu poin yang diperbaiki oleh Pemohon yaitu terkait dengan kedudukan hukum Pemohon untuk mengajukan perkara ini. Selain itu, Pemohon juga menambahkan Pasal 28D UUD 1945 sebagai batu uji pengujian Pasal 1 angka 24, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP. Pasal 28D UUD 1945 mengatur bahwa setiap warga negara berhak mendapat pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil dalam negara hukum.
Selain itu, Pemohon juga menambahkan argumentasi terkait dalil Pemohon mengenai multitafsirnya Pasal 1 angka 24, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (10 KUHAP. Kores menjelaskan bahwa bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan tersangka seperti yang dialami Pemohon bersifat multitafsir dalam pelaksanaannya. Akibatnya, Pemohon mengalami kerugian konstitusional berupa adanya penahanan rumah oleh KPK.
Padahal, menurut hukum untuk menakar bukti permulaan tidak dapat terlepas dari pasal yang akan disangkakan kepada tersangka. Sebab pada hakikatnya, pasal yang akan dijeratkan berisi rumusan delik yang dalam konteks hukum acara pidana berfungsi sebagai unjuk bukti. Artinya, pembuktikan adanya tindak pidana tersebut haruslah berpatokan kepada elemen-elemen tindak pidana yang ada dalam suatu pasal. “Dalam rangka mencegah kesewenang-wenangan penetapan seseorang sebagai tersangka ataupun penangkapan dan penahanan, setiap bukti permulaan haruslah dikonfirmasi antara satu dan lainnya termasuk pula dengan calon tersangka meskipun dalam KUHAP tidak mewajibkan penyidik dan seterusnya,” ujar Kores.
Selain itu, KPK dituding telah merugikan hak konstitusional Pemohon karena serangkaian tindakannya melakukan penyidikan tanpa adanya kepastian hukum atas bukti permulaan. Hal tersebut terjadi akibat tindakan sewenang-wenang KPK dalam menafsirkan dan menerapkan Pasal Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP.
“Dengan perkataan lain, KPK menetapkan Pemohon sebagai tersangka dan melakukan penahanan tidak disertai dengan bukti permulaan, bukti permulaan yang cukup, dan bukti yang cukup. Hal ini merupakan tindakan sewenang-wenang dan perlakuan diskriminatif terhadap Pemohon,” jelas Kores lagi sembari menyampaikan petitum permohonan Pemohon yang meminta Mahkamah untuk menyatakan Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP bertentangan dengan UUD 1945. (Yusti Nurul Agustin)