Veri Junaidi selaku kuasa hukum empat orang Komisioner Komisi Informasi yang memohonkan Pengujian Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) menyampaikan pokok perbaikan permohonan. Hal tersebut disampaikan pada sidang kedua perkara No. 116/PUU-XII/2014 yang dimohonkan oleh 22 orang anggota komisioner di Komisi Informasi Pusat dan Komisi Informasi Provinsi serta satu orang warga negara Indonesia selaku pembayar pajak pada Senin (24/11).
Di hadapan panel hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi, Veri menyampaikan telah melakukan perbaikan dalam teknis penulisan permohonan sesuai saran hakim sebelumnya. Sementara itu terkait dengan substansi permohonan, Veri mengatakan Para Pemohon justru menambahkan beberapa pasal yang diajukan untuk diuji. Pasal tambahan dimaksud, yaitu Pasal 25 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 29 ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), serta Pasal 32 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU KIP. Sebelumnya, Pemohon hanya mengujikan Pasal 9 ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) UU KIP.
Terkait dengan penambahan pasal tersebut, Pemohon juga memberikan argumentasi untuk menguatkan dalil tentang ruang lingkup kemandirian kelembagaan Komisi Informasi. Sebab kemandirian tidak hanya terkait dengan kesekretariatan namun juga terkait dengan mekanisme rekruitmen dan pertanggungjawaban kelembagaan Komisi Informasi.
Karena ada penambahan pasal yang diajukan untuk diuji, Pemohon akhirnya juga melakukan perbaikan petitum. Salah satu petitum permohonan Pemohon, yaitu meminta MK menyatakan Pasal 25 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang KIP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan mengikat sepanjang tidak dimaknai tertentu. Dengan kata lain, Pemohon meminta Pasal 25 ayat (1) dan (2) dinyatakan konstitusional bersyarat. Hal serupa juga diminta terhadap ketentuan pasal-pasal lainnya yang diajukan untuk diuji oleh Pemohon. Pasal 28 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang
Usai mendengarkan poin perbaikan permohonan, Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi mengesahkan lima bukti tertulis yang diajukan Pemohon. “Bukti ini diterima dan sah untuk diperiksa. Sekarang setelah diterima buktinya dan perbaikannya juga sudah diterima, maka selanjutnya perlu saya informasikan kepada Saudara bahwa proses selanjutnya akan kami bertiga laporkan kepada rapat Pleno Permusyawaratan Hakim,” jelas Fadlil.
Sebelumnya, Para Pemohon merasa memiliki hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Hal konstitusional tersebut diamanatkan oleh Pasal 28F UUD 1945.
Hak konstitusional Para Pemohon tersebut dianggap telah dilanggar oleh adanya pemberlakuan Pasal 29 ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) UU KIP. Keempat ayat tersebut pada intinya menyatakan Sekretariat Komisi Informasi dilaksanakan oleh Pemerintah dan keanggotaannya ditetapkan oleh menteri bidang komunikasi dan informatika. Adanya campur tangan pemerintah juga diberlakukan pada Komisi Informasi di tingkat provinsi, kabupaten, maupun kota. Ketentuan tersebut telah menyebabkan para komisioner Komisi Informasi tidak dapat menjalankan tugas dan wewenangnya dengan optimal dalam menyelesaikan sengketa informasi. Terutama, sengketa informasi yang melibatkan pemerintah maupun Kementerian Kominfo.
Aturan tersebut menurut Pemohon, seperti yang disampaikan Veri, juga menyebabkan ketergantungan atau ketidakberdayaan dari segi penganggaran atau penandaan dan model bangunan Kesekretariatan Komisi Informasi pada lembaga lain. Ujung-ujungnya, Pemohon menuding aturan tersebut berimplikasi terhadap sulitnya pelaksanaan manajerial dan pengawasan pegawai di Komisi Informasi. (Yusti Nurul Agustin)