Ahli Pemerintah: Aturan Pengembalian Lebih Bayar Bea Cukai Tidak Bisa Ditiadakan
Rabu, 19 November 2014
| 18:07 WIB
Ahli yang dihadirkan Pemerintah W. Riawan Tjandra saat menyampaikan keahliannya dalam sidang uji materi UU Kepabeanan, Rabu (19/11) di RUang Sidang Pleno Gedung MK. Foto Humas/Ganie.
Eksistensi Pasal 27 ayat (1) huruf e Undang-Undang 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan (UU Kepabeanan) memberikan pengaturan secara khusus bagi wajib pajak untuk hanya bisa memperolah pengembalian kelebihan pembayaran biaya masuk melalui mekanisme penyelesaian sengketa pajak. Oleh karena itu kedudukan Pasal 27 ayat (1) huruf e Undang-Undang 27 Tahun 2006 tersebut tak mungkin ditiadakan. Hal ini diungkapkan oleh Ahli Pemerintah W. Riawan Tjandra dalam sidang uji Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (UU Kepabeanan) yang diujikan oleh Moch. Ojat Sudrajat pada Rabu (19/11) di Ruang Sidang Pleno MK.
Riawan menjelaskan sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara wajib pajak atau penanggung pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya putusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada pengadilan pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-Undang Penagihan pajak dengan surat paksa. Relasi antara pemerintah dan masyarakat pembayar pajak, lanjut Riawan, memiliki karakter sebagai hubungan hukum pajak bersifat vertikal.
Selanjutnya, Riawan memaparkan, ditinjau dari sudut norma hukum, Pasal 27 ayat (1) huruf e Undang-Undang 12 Tahun 2006 tersebut dapat dikatakan bahwa norma hukum tersebut memiliki karakter sebagai norma hukum pokok (primary norm) yang menjadi salah satu fondasi utama dari pengaturan hak dan kewajiban dalam Undang-Undang Kepabeanan. “Karena terkait dengan karakter bea masuk sebagai salah satu komponen pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002, menghilangkan daya ikat norma hukum Pasal 27 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tersebut, akan menganggu terwujudnya keadilan hukum (legal justice) dan sekaligus ketertiban hukum atau legal order dalam pelaksanaan fungsi pemerintah di bidang kepabeanan,” paparnya.
Dalam pokok permohonannya, Pemohon berkeberatan dengan berlakunya Pasal 27 ayat (1) huruf e UU Kepabeanan. Pasal 27 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 menyatakan Pengembalian dapat diberikan terhadap seluruh atau sebagian bea masuk yang telah dibayar atas: e) kelebihan pembayaran bea masuk akibat putusan Pengadilan Pajak. Kerugian konstitusional yang dimaksud Pemohon adalah Pemohon tidak mendapatkan kembali biaya yang telah dikeluarkan yaitu Bea Masuk terhadap suatu barang yang sudah dibayarkan pada tahun 2008 sejumlah Rp. 235.173.819. Pemohon menganggap Pasal 27 ayat (1) huruf e UU Kepabeanan bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, jika Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 diartikan bahwa semua warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh kembali haknya berupa Bea Masuk yang telah dibayarkan, sedangkan pembatasan dalam frasa “putusan pengadilan pajak” telah melanggar prinsip keadilan, persamaan dalam hukum. (Lulu Anjarsari)