Sidang pengujian Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (UU BPK) kembali digelar di Mahkamah Konstitusi pada Senin (10/11). Seorang advokat dan notaris mengajukan permohonan yang teregistrasi dengan Nomor 106/PUU-XII/2014 tersebut, yakni Ai Latifah Fardhiyah dan Riyanti.
Dalam sidang tersebut, Pemerintah yang diwakili oleh Mualimin Abdi menjelaskan syarat-syarat untuk menjadi anggta tidak dalam posisi yang terhalang-halangi atau ternegasi oleh ketentuan tersebut untuk menjadi calon Anggota BPK. “Karena apalagi Pemohon menyatakan dirinya adalah sebagai advokat dan asisten notaris. Menurut hemat kami, para Pemohon tidak dalam posisi yang terhalang-halangi oleh ketentuan tersebut,” jelasnya di hadapan sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Hamdan Zoelva.
Mualimin menuturkan untuk mencapai tujuan negara, maka pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara memerlukan suatu lembaga pemeriksa yang bebas, mandiri, dan profesional untuk menciptakan pemerintahan yang bersih. “Dalam hal ini rekrutmennya adalah meliputi atau didukung oleh hal-hal yang bersifat mandiri di dalam hal-hal yang terjadi. Oleh karena itu adalah penting BPK itu menjadi lembaga yang di dalam melaksanakan pemeriksaannya adalah mandiri di dalam melakukan pelaporan keuangan,” paparnya.
Selain itu, mengenai aturan rangkap jabatan, hal tersebut adalah guna menjaga independensi anggota BPK. Karena fungsinya sebagai lembaga yang bebas dan mandiri dalam hal tugasnya, yaitu guna mempertanggungjawabkan pengelolaan, pengawasan, atau pemeriksaan terhadap keuangan negara. Larangan merangkap jabatan sebagai anggota partai politik, adalah dimaksudkan agar menghindari terjadinya konflik kepentingan. “Maksud dan tujuan tersebut di atas, maka BPK atau Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia diadakan untuk melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara secara bebas dan mandiri,” tegasnya.
Dalam pokok permohonannya, Pemohon menjelaskan hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya Pasal 28 (d) dan Pasal 28 (e) UU BPK. Pasal 28 (d) UU BPK menyatakan “Anggota BPK dilarang merangkap jabatan dalam lingkungan lembaga negara yang lain, dan badan-badan lain yang mengelola keuangan negara, swasta nasional/asing”. Sedangkan Pasal 28 (e) UU BPK menyatakan “Anggota BPK dilarang menjadi anggota Partai Politik. Pemohon menjelaskan dengan berlakunya kedua pasal tersebut hak konstitusionalnya untuk menduduki jabatan public terutama sebagai anggota BPK. Hal tersebut karena adanya keinginan dari Pemohon di kemudian hari, untuk menjadi anggota BPK.
Selain itu, Asrun menjelaskan Pemohon berpotensial terlanggar dengan adanya Pasal 28 (e) UU BPK yang tidak jelas memberikan larangan bagi anggota partai politik untuk mengajukan diri sebagai anggota BPK. Menurut Pemohon, pemohon mengalami kesulitan untuk mengisi jabatan di BPK karena panitia yang menyeleksi dari DPR dapat pula mengajukan diri menjadi peserta seleksi. Pemohon menilai persyaratan yang ada menyebabkan advokat dan notaries seperti Pemohon akan sulit jika bersaing dengan anggota parpol, meski Pemohon merupakan warga negara yang memiliki hak konstitusional. (Lulu Anjarsari/mh)