Pengkhususan tempat wajib pajak untuk mencari keadilan yang dibatasi hanya ke Pengadilan Pajak sebagai lembaga yang menangani masalah sengketa pajak bukanlah suatu bentuk pelanggaran terhadap UUD 1945. Hal ini diungkapkan oleh Dirjen Bea dan Cukai Agung Kuswandono dalam sidang uji Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (UU Kepabeanan) pada Selasa (21/10) di Ruang Sidang Pleno MK.
“Dengan adanya frasa tersebut setiap warga negara diberikan hak untuk menerapkan sale size man yaitu menghitung dan membayar sendiri bea masuk cukai dan pajak dalam rangka impor secara bertanggung jawab yaitu dengan cermat dan beriktikad baik dalam memenuhi ketentuan perpajakan, dan Undang-Undang Kepabeanan telah memberikan saluran kepada setiap warga negara yang mencari keadilan untuk meminta pengembalian bea masuk melalui pengadilan Pajak lembaga penegak supermasi hukum perpajakan,” ujarnya di hadapan majelis hakim yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Arief Hidayat.
Agung meneruskan adanya UU Kepabeanan justru mengatur mengenai pemenuhan kewajiban-kewajiban pabean, termasuk di dalamnya kewajiban atas pajak lalu lintas barang masuk dan keluar adalah suatu amanat dan Konstitusi. Maka dari itu, lanjut Agung, keberadaan UU Kepabeanan sangat diperlukan dalam sistem pengelolaan keuangan negara di Indonesia. UU Kepabeanan justru memberikan pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum terhadap upaya mencari keadilan terkait sengketa pajak bagi wajib pajak untuk mengajukan upaya administratif kepabeanan kepada direktur jenderal dan pengajuan banding kepada pengadilan pajak terkait upaya sengketa perpajakan. “Kepastian hukum ini menjadi penting agar setiap warga negara yang mencari keadilan di ranah sengketa perpajakan dapat mengetahui dengan pasti salurannya adalah ke pengadilan pajak,” paparnya.
Dalam pokok permohonannya, Pemohon berkeberatan dengan berlakunya Pasal 27 ayat (1) huruf e UU Kepabeanan. Pasal 27 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 menyatakanPengembalian dapat diberikan terhadap seluruh atau sebagian bea masuk yang telah dibayar atas: e) kelebihan pembayaran bea masuk akibat putusan Pengadilan Pajak. Kerugian konstitusional yang dimaksud Pemohon adalah Pemohon tidak mendapatkan kembali biaya yang telah dikeluarkan yaitu Bea Masuk terhadap suatu barang yang sudah dibayarkan pada tahun 2008 sejumlah Rp. 235.173.819.
Menurut penjelasan Pemohon, sebelumnya pihak KKUM telah melakukan pembayaran Pemberitahuan Impor Barang (PIB) berupa “Pajak Dalam Rangka Import (PDRI) dan Bea Masuk (BM)” atas Bill of Landing dalam rangka perubahan balik nama dalam kolom “consignee” dan/atau “notity party” yang lebih dikenal dengan istilah redress dengan pihak PT. General Laju Machinery Indonesia (PT. GLMI). Namun di sisi lain pihak PT. GLMI melakukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Utara sehingga proses pengeluaran atas pembayaran PIB tidak dapat dilanjutkan, padahal saat itu pihak KKUM tidak mengetahui dan tidak mendapat pemberitahuan akan gugatan tersebut dari Pihak Bea dan Cukai Tanjung Priok, sehingga pihak KKUM tetap melakukan pembayaran PIB untuk “notify party” terakhir sebanyak Rp.362.559.634,-. Atas dasar gugatan perdata tersebut, pihak KKUM mengajukan pengembalian PDRI dan Bea Masuk yang sudah dibayarkan.
Menurut keterangan Pemohon, PDRI tersebut telah dikembalikan, akan tetapi permohonan pengembalian Bea Masuk ditolak oleh pihak Direktorat Jenderal Bea dan Cukai c.q Direktorat PPKC dengan mendasarkan kepada Pasal 27 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Ojat mengaku pihaknya telah mengajukan permohonan pengembalian sejak 2008 sampai dengan 2014. Namun jawaban dari pihak Direktorat Jenderal Bea dan Cukai selalu mengatakan bahwa tidak ada peraturan yang bisa memungkinkan pengembalian dana tersebut. Untuk itulah, Pemohon meminta MK untuk menyatakan dan memerintahkan untuk menambah atau mengubah ketentuan dalam Pasal 27 ayat (1) UU Kepabeanan menjadi “Pengembalian dapat diberikan terhadap seluruh atau sebagian Bea Masuk yang telah dibayarkan atas: e) Kelebihan pembayaran Bea Masuk sebagai akibat putusan pengadilan pajak dan pengadilan umum baik perdata maupun pidana”. (Lulu Anjarsari/mh)