Anggota DPRD Kabupaten Musi Rawas dan Kabupaten Lahat yang menguji Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) mencabut permohonannya. Hal ini disampaikan oleh Denny Rudini selaku kuasa hukum pemohon dalam sidang kedua yang digelar Mahkamah Konstitusi pada Senin (20/10) di Ruang Sidang MK.
Lain halnya dengan perkara nomor 94/PUU-XII/2014, Anggota DPRD Purwakarta yang masih meneruskan permohonannya. Refly Harun selaku kuasa hukum menjelaskan agar MK bisa secepatnya memutuskan perkara yang teregistrasi dengan nomor 93/PUU-XII/2014 tersebut. Untuk itulah, pihaknya telah melakukan perbaikan sesuai saran Majelis Hakim pada sidang sebelumnya. Perbaikan yang dilakukan di antaranya mengurangi dasar konstitusional argumentasi. “Kami membuang alasan diskriminasi karena di dalam putusan terbaru, alasan diskriminasi termasuk alasan yang tidak terima. Karena dalam putusannya MK selalu mengatakan diskriminasi berdasarkan sara dan lain sebagainya,” jelasnya di hadapan sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Patrialis Akbar.
Selain itu, lanjut Refly, Pemohon juga mengutip pertimbangan Majelis yang mengatakan bahwa sering memang dalam sistem pemerintahan presidensial apalagi yang multi partai seperti Indonesia ini terjadi reposisi ketika memilih pimpinan. “Kami juga ingin membawa suasana itu kepada DPRD terutama DPRD Purwakarta. Karena memang itulah yang terjadi. Jadi partai pemenang itu cuma mengusai 8 kursi tetapi kemudian, reposisi keanggotaan DPRD sana itu kemudian membuat 24 anggota diantaranya mayoritas karena semuanya jumlahnya 45 itu mengajukan permohonan ini dan sampai saat ini sudah juga membuat tatib yang sekarang sudah sampai ke kantor Gubernur untuk dievaluasi, tetapi tentu evaluasi itu akan berkaitan dengan dikabulkan atau tidaknya permohonan ini,” paparnya.
Dalam pokok permohonannya, kedua pemohon menjelaskan Pemohon menjelaskan hak konstitusionalnya dalam hukum dan pemerintahan terlanggar dengan berlakukanya Pasal 376 ayat (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8), dan ayat (9) serta Pasal 377 ayat (6) UU MD3. Menurut Pemohon, aturan mengenai pemilihan pimpinan DPRD kabupaten/kota yang hanya berdasarkan pada perolehan kursi parpol dan menegasikan hak-hak anggota DPRD lainnya untuk mendapat kesempatan yang sama bertentangan dengan UUD 1945. Refly menjelaskan permohonan ini diajukan sebanyak 24 dari 45 anggota DPRD Purwakarta yang berarti telah mencapai suara mutlak, yakni 50% plus satu.
Pemohon menjelaskan Ketua DPRD ditentukan oleh DPRD agar dapat dipilih orang yang terbaik, di antara anggota DPRD yang ada, bukan ditentukan oleh partai dengan suara terbanyak. Terlebih jumlah kursi terbanyak tersebut masih minoritas dibandingkan dengan keseluruhan DPRD, bahkan ada pula jumlah kursi yang sama atau jumlah kursinya sangat sedikit. Para pemohon tersebut beranggapan kedua pasal yang diuji melanggar prinsip persamaan dan perlakuan yang adil baik dalam hukum maupun pemerintahan. Pemohon menilai, meski UU MD3 telah menjelaskan tugas antara DPR dan DPRD Kabupaten/Kota adalah sama, namun mekanisme pemilihan pimpinan DPRD ditetapkan berbeda dengan pemilihan pimpinan DPR. (Lulu Anjarsari/mh)