Karena permohonan tidak jelas dan kabur, Mahkamah Konstitusi tidak dapat menerima permohonan yang diajukan oleh Federasi Serikat Pekerja. Demikian putusan dengan nomor 101/PUU-XII/2014 ini dibacakan oleh Ketua MK Hamdan Zoelva pada Kamis (16/10) di Ruang Sidang Pleno MK.
“Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah berkesimpulan: Para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo; Permohonan para Pemohon tidak jelas atau kabur,” ujar Hamdan.
Dalam pendapat Mahkamah, dalam perkara pengujian UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diajukan oleh para Pemohon tersebut, Mahkamah menemukan bahwa ketentuan yang tertuang pada pasal, ayat, maupun frasa yang dimohonkan oleh para Pemohon sebagian telah pernah diuji konstitusionalitasnya oleh Mahkamah, dan sebagian lagi belum pernah diajukan pengujian konstitusionalitasnya.
Setelah Mahkamah mencermati lebih lanjut permohonan para Pemohon, Mahkamah tidak menemukan argumentasi hukum yang jelas dan mendalam mengenai inkonstitusionalitas ketentuan UU 40/2004 yang dimohonkan pengujian oleh para Pemohon. Pada bagian “Alasan Permohonan Pengujian” yang menurut Mahkamah dimaksudkan sebagai posita oleh para Pemohon, hanya disebutkan beberapa ketentuan baik pasal maupun ayat yang dimohonkan pengujian oleh para Pemohon, namun sebagian ketentuan lain tidak disebutkan, dan tidak disertai argumentasi hukum yang dapat menguatkan alasan inkonstitusionalitasnya ketentuan yang dimohonkan pengujian.
Mahkamah telah memberi kesempatan kepada para Pemohon untuk melakukan perbaikan permohonan sebagaimana diatur dalam Pasal 39 UU MK, dan para Pemohon telah menyampaikan perbaikan permohonan bertanggal 18 Desember 2013 yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 18 Desember 2013. Namun, dalam perbaikan permohonan tersebut Mahkamah tidak menemukan posita yang dapat mendukung petitum mengenai inkonstitusionalitas ketentuan-ketentuan dimaksud sehingga menimbulkan kekaburan pada permohonan para Pemohon. Hal demikian pada akhirnya mengakibatkan Mahkamah tidak memiliki titik pijak untuk memberikan penilaian atau pertimbangan hukum mengenai inkonstitusionalitas ketentuan dimaksud. “Berdasarkan hal demikian, yaitu tidak adanya posita mengakibatkan kekaburan atau ketidakjelasan dan ketidakcermatan permohonan, menurut Mahkamah permohonan para Pemohon tidak dapat dipertimbangkan lebih lanjut,” ujar salah satu hakim konstitusi.
Dalam pokok permohonannya, Para Pemohon yang diwakili oleh Yudi Anton Hikmahandi menjelaskan Pemohon merasa dirugikan atau berpotensi dirugikan hak-hak konstitusionalnya dengan berlakunya Pasal 1 angka 5, Pasal 14 ayat (2), Pasal 17 ayat (1), ayat (2), ayat (4) dan ayat (5), Pasal 19 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 30, Pasal 36, Pasal 40, Pasal 44 UU SJSN. Kerugian konstitusional yang dialami Para Pemohon dengan adanya paradigma baru yang diberikan oleh ketentuan tersebut mengenai penyelenggaraan jaminan sosial dengan menggunakan sistem asuransi di mana Para Pemohon wajib ikut serta dalam asuransi jika ingin mendapatkannya, padahal sistem jaminan sosial merupakan hak Para Pemohon yang harusnya diberikan. (Lulu Anjarsari/mh)